Berita Ragam

20 Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono yang Paling Dikenal dan Menyentuh Hati

4 menit

Puisi Sapardi Djoko Damono memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya karena menyentuh hati dan tidak lekang oleh waktu. Inilah kumpulan puisinya yang paling dikenal!

Sapardi Djoko Damono adalah seorang sastrawan kebanggaan Indonesia yang dikenal lewat karya-karyanya yang sederhana tetapi begitu menyentuh hati.

Dalam puisi-puisinya, ia kerap menggunakan nuansa alam seperti hujan, matahari, daun, bunga, pagi, dan malam.

Sejumlah puisinya pun telah banyak dijadikan musikalisasi sehingga makin popular dikenal di kalangan anak muda.

Ingin tahu apa saja puisi Pak Sapardi yang paling dikenal?

Simak puisi-puisinya di bawah ini!

20 Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono

1. Yang Fana Adalah Waktu

sapardi

foto: cnnindonesia.com/Bunga Yuridespita

Yang fana adalah waktu

Kita abadi memungut detik demi detik,

merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu

Kita abadi

2. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

3. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni

dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

 

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

 

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

4. Hatiku Selembar Daun

puisi sapardi djoko damono

foto: instagram.com/damonosapardi

Hatiku selembar daun

melayang jatuh di rumput;

 

Nanti dulu,

biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang,

yang selama ini senantiasa luput;

 

Sesaat adalah abadi

sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.

5. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,

jasadku tak akan ada lagi,

tapi dalam bait-bait sajak ini,

kau tak akan kurelakan sendiri

 

Pada suatu hari nanti,

suaraku tak terdengar lagi,

tapi di antara larik-larik sajak ini.

kau akan tetap kusiasati,

 

Pada suatu hari nanti,

impianku pun tak dikenal lagi

 

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

kau tak akan letih-letihnya kucari

6. Kuhentikan Hujan

Kuhentikan hujan

Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan

 

Ada yang berdenyut dalam diriku

Menembus tanah basah

Dendam yang dihamilkan hujan

 

Dan cahaya matahari

Tak bisa kutolak

Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga

7. Hanya

Hanya suara burung yang kau dengar

dan tak pernah kaulihat burung itu

tapi tahu burung itu ada di sana

 

Hanya desir angin yang kaurasa

dan tak pernah kaulihat angin itu

tapi percaya angin itu di sekitarmu

 

Hanya doaku yang bergetar malam ini

dan tak pernah kaulihat siapa aku

tapi yakin aku ada dalam dirimu

8. Menjenguk Wajah di Kolam

Jangan kau ulang lagi

menjenguk wajah yang merasa

sia-sia, yang putih yang pasi itu.

 

Jangan sekali-kali membayangkan

wajahmu sebagai rembulan.

 

Ingat, jangan sekali-kali. Jangan.

Baik, Tuan.

9. Sajak Kecil tentang Cinta

Mencintai angin harus menjadi siut

Mencintai air harus menjadi ricik

 

Mencintai gunung harus menjadi terjal

Mencintai api harus menjadi jilat

 

Mencintai cakrawala harus menebas jarak

Mencintai-Mu harus menjelma aku

10. Sajak Tafsir

Kau bilang aku burung?

Jangan sekali-kali berkhianat

kepada sungai, ladang, dan batu.

 

Aku selembar daun terakhir

yang mencoba bertahan di ranting

yang membenci angin.

 

Aku tidak suka membayangkan

keindahan kelebat diriku

yang memimpikan tanah,

tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku

ke dalam bahasa abu.

 

Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhir

agar suara angin yang meninabobokan

ranting itu padam.

 

Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat

untuk bisa lebih lama bersamamu.

 

Tolong ciptakan makna bagiku,

apa saja — aku selembar daun terakhir

yang ingin menyaksikanmu bahagia

ketika sore tiba.

11. Kita Saksikan

Kita saksikan burung-burung lintas di udara

Kita saksikan awan-awan kecil di langit utara

 

Waktu itu cuaca pun senyap seketika

Sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya

di antara hari buruk dan dunia maya

kita pun kembali mengenalnya

 

Kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata

saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia

12. Akulah Si Telaga

Akulah si telaga:

berlayarlah di atasnya;

berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil

yang menggerakkan bunga-bunga padma;

berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;



sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja

perahumu biar aku yang menjaganya.

13. Metamorfosis

Ada yang sedang menanggalkan

kata-kata yang satu demi satu

mendudukkanmu di depan cermin

dan membuatmu bertanya

tubuh siapakah gerangan

yang kukenakan ini

 

Ada yang sedang diam-diam

menulis riwayat hidupmu

menimbang-nimbang hari lahirmu

mereka-reka sebab-sebab kematianmu

 

Ada yang sedang diam-diam

berubah menjadi dirimu.

14. Sajak Putih

Beribu saat dalam kenangan

Surut perlahan

 

Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh

Sewaktu detik pun jatuh

 

Kita dengar bumi yang tua dalam setia

Kasih tanpa suara

 

Sewaktu bayang-bayang kita memanjang

Mengabur batas ruang

 

Kita pun bisu tersekat dalam pesona

Sewaktu ia pun memanggil-manggil

Sewaktu kata membuat kita begitu terpencil

Di luar cuaca

15. Dalam Diriku

sapardi

foto: wikimedia.org

Dalam diriku mengalir sungai panjang

darah namanya

 

Dalam diriku menggenang telaga darah

sukma namanya

 

Dalam diriku meriak gelombang sukma

hidup namanya!

 

Dan karena hidup itu indah

Aku menangis sepuas-puasnya.

16. Sementara Kita Saling Berbisik

Sementara kita saling berbisik

untuk lebih lama tinggal

pada debu, cinta yang tinggal berupa

bunga kertas dan lintasan angka-angka

 

Ketika kita saling berbisik

di luar semakin sengit malam hari

memadamkan bekas-bekas telapak kaki,

menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar

 

Ada yang masih bersikeras abadi

17. Tentang Matahari

Matahari yang ada di atas kepalamu itu

adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu

 

Waktu kau kecil, adalah bola lampu

yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat

yang teratur kauterima dari sebuah alamat,

adalah jam weker yang berdering

 

Saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan

yang dituding anak kecil itu sambil berkata:

“Ini matahari! Ini matahari!”

 

Matahari itu? Ia memang di atas sana

supaya selamanya kau menghela

bayang-bayangmu itu.

18. Ia Tak Pernah

Ia tak pernah berjanji kepada pohon

untuk menerjemahkan burung

menjadi api

 

Ia tak pernah berjanji kepada burung

untuk menyihir api

menjadi pohon

 

Ia tak pernah berjanji kepada api

untuk mengembalikan pohon

kepada burung

19. Gerimis Jatuh

Gerimis jatuh kau dengar suara di pintu

Bayang-bayang angin berdiri di depanmu

 

Tak usah kau ucapkan apa-apa; seribu kata

Menjelma malam, tak ada yang di sana

 

Tak usah; kata membeku,

Detik meruncing di ujung Sepi itu

 

Menggelincir jatuh

Waktu kaututup pintu

Belum teduh dukamu

20. Dalam Doaku

Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang

semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening

siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening

karena akan menerima suara-suara

 

Ketika matahari mengambang di atas kepala,

dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang

hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya

mengajukan pertanyaan muskil kepada angin

yang mendesau entah dari mana

 

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja

yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,

yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu

bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan

terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

 

Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang

turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat

di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya

di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

 

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,

yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit

yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia

demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi

bagi kehidupanku

 

Aku mencintaimu,

itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan

keselamatanmu

***

Demikian sejumlah puisi Sapardi Djoko Damono.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk Sahabat 99!

Simak juga artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.

Sedang mencari hunian impian di Tangerang?

Temukan beragam pilihan perumahan seperti di Sky House BSD hanya di 99.co dan Rumah123.com, karena kami memang #AdaBuatKamu.



Nita Hidayati

Penulis konten
Follow Me:

Related Posts