Ketika matahari belum terbangun sepenuhnya, Desi Purnama mesti bersiap untuk pergi ke kantor. Wajar jika berangkat di pagi buta, sebab ia berprofesi sebagai security di salah satu kantor BUMN di Kota Bandung.
Alasan lain yang bikin Desi rela berangkat pagi yakni agar terhindar dari macet karena jarak rumahnya ke kantor terbilang jauh. Kurang lebih 14 kilometer harus ia lalui dari kediamannya yang beralamat di Katapang, Kabupaten Bandung, menuju kantornya yang berlokasi di Rajawali, Kota Bandung.
“Jam 05.10 subuh biar ga macet,” ungkap Desi, kepada Berita 99.co Indonesia, beberapa waktu lalu.
Ada pula Rayhadi Shadiq, seorang content writer yang bekerja di Kota Bandung. Ia harus menempuh jarak 20 kilometer untuk menuju ke kantor dari rumahnya.
Rayhadi yang mempunyai rumah subsidi di daerah Sumedang, biasanya menghabiskan 60 sampai 90 menit memakai motor untuk menuju kantornya.
Namun karena ada fasilitas jalan tol, waktu perjalanan bisa singkat jika menggunakan kendaraan roda empat.
“60-90 menit (roda 2) atau 30-50 menit (roda 4 via tol Cisumdawu-Pasteur),” ujar Rayhadi, pada Selasa 17 Mei 2022, ketika menjelaskan soal lama waktu menuju ke kantor.
Seia sekata, baik Desi dan Rayhadi sepakat bila duka yang dihadapi mereka ketika mempunyai rumah yang jauh dari kantor adalah soal kemacetan serta cuaca bila sedang tidak bersahabat.
Namun, seperti mata uang, di mana ada duka, di situ pasti ada suka. Rayhadi tak terlalu memikirkan jarak, sebab ia tak merasa tersiksa. Justru sebaliknya, ada perasaan menyenangkan yang muncul ketika melakukan perjalanan jauh menuju kantor.
“Selebihnya fun-fun aja Bandung-Sumedang everyday,” ungkap Rayhadi.
Sementara bagi Desi, ketika harus bergelut dengan jarak setiap hari, ternyata ada suka yang dia sadari, yakni soal kepemilikan rumah sendiri.
“Dukanya jauh banget, capek di jalan, macet panas, apalagi hujan. Kalau hujan gede, akses jalan menuju ke rumah suka banjir. Sukanya dari pada gak ada sama sekali nih hehehe, suka saja karena rumah sendiri,” ujar Desi.
Fenomena mempunyai rumah yang jauh dari kantor tampaknya bukan hanya dirasakan Desi dan Rayhadi. Di luar sana, banyak orang mengalami hal serupa.
Adakah Jarak Ideal Menuju Kantor?
Ukuran jauh atau dekat satu rumah dengan tempat kerja, secara konsep sebenarnya tidak ada. Hal ini diamini oleh pengamat transportasi dari Teknik Sipil ITB, Sony Sulaksono Wibowo.
“Secara spesifik tidak ada (jarak ideal) baik di Indonesia maupun di negara-negara lain,” ujar Sony kepada Berita 99.co Indonesia, belum lama ini.
Sony kemudian mengajak kita untuk melihat sudut pandang perancangan tata kota pada tahun 1960an. Menurutnya, pada saat itu, paradigma perancangan tata kota selalu berasumsi jika pekerja akan bertempat tinggal di dekat tempat kerja.
Alhasil di zaman tersebut, bila ingin mendesain kawasan industri, otomatis di sekitarnya akan dibangun pula perumahan-perumahan bagi karyawan yang bekerja di sana.
Dengan konsep tersebut, jarak antara rumah dengan kantor biasanya ramah bagi para pejalan kaki dan pesepeda.
“Biasanya ukurannya cukup untuk berjalan kaki atau menggunakan sepeda, sekitar radius 3 km,” ujar Sony.
Zaman telah berubah, waktu terus berjalan maju. Tak seperti dulu, paradigma di atas kian bergeser, khususnya di negara-negara berkembang.
“Sampai mulai sekitar akhir 90an, paradigma itu bergeser ya, apalagi khususnya di negara-negara yang berkembang kayak Indonesia dengan harga tanah mulai mahal, sehingga lebih mudah untuk memindahkan pekerja daripada memindahkan pabrik. Jadi akhirnya paradigma yang terjadi adalah orang-orang bertempat tinggal jauh dari pabrik,” kata Sony.
Akan tetapi, khusus bagi kaum buruh yang sifatnya pekerja di pabrik, urusan jarak bisa teratasi karena perusahaan biasanya sudah menyediakan bus karyawan bagi para pekerja.
‘Kewajiban’ menyediakan bus karyawan mampu mengurangi beban jaringan jalan, sehingga para pekerja tak membawa kendaraan pribadi untuk menuju pabrik.
“Kalau kita lihat di kawasan Cikarang, Bekasi, kemudian di Cikampek dan sekitarnya, rata-rata mereka (perusahaan di sana) sudah menyediakan bus karyawan. Sehingga mereka tidak membebani jaringan,” ungkap Sony.
Lantas, bagaimana dengan para pekerja kantoran seperti Desi dan Rayhadi di atas?
Bagi Sony, banyak pekerja yang lebih memilih bertempat tinggal jauh dari kantornya karena harga tanah kini mahal. Akibatnya, mereka memilih bertempat tinggal di pinggir kota.
Imbasnya para pekerja yang punya rumah jauh dari kantor harus bergelut dengan jarak setiap hari. Sony mencontohkan fenomena tersebut di Jakarta. Menurutnya, itu tidak ideal.
“Makanya, kita lihat sekarang kalau pagi hari itu kendaraan dari Bekasi, Depok, hingga Bogor itu berbondong-bondong masuk semuanya ke Jakarta untuk bekerja. Kalau dikatakan ideal, sebenarnya tidak ideal juga.”
Pembangunan jalan tol di pinggir-pinggir kota yang marak saat ini, justru tak mampu jadi solusi kemacetan akibat para pekerja yang masuk ke dalam kota.
Malah dengan adanya jalan tol, hal itu seakan mendorong para pekerja untuk membeli kendaraan roda empat.
Ya, memang di tol tak akan macet, tapi saat masuk ke dalam kota mereka akan membuat sesak jaringan jalan.
“Bukan konsep yang berkelanjutan (membangun jalan tol), bukan contoh konsep yang bisa bertahan lama untuk 5 atau 10 tahun ke depan.”
“Jadi kalau kita mengakomodasi perjalanan kerja dari luar Jakarta masuk ke Jakarta dengan jalan tol itu hanya akan memberikan masalah yang lebih kompleks,” jelas Sony.
Kata Developer Mengenai Fenomena Ini
Direktur PT. Hasanah Karya Abadi, Azhary Husni, memberikan sudut pandang perihal fenomena pekerja yang memiliki rumah jauh dari kantor.
Ia pun sebenarnya memahami jika rata-rata jarak rumah dengan kantor versi data konsumen PT. Hasanah Karya Abadi bisa mencapai 20 sampai 30 km.
“Rata-rata jarak antara rumah dengan kantor versi data internal konsumen kami adalah 20-30 km. Sedangkan rata-rata jarak rumah dengan fasilitas umum adalah 5 km,” ungkap Azhary Husni, kepada Berita 99.co Indonesia, beberapa waktu lalu.
Bahkan faktanya, ada sebagian konsumen dari Azhary Husni yang jarak rumahnya ke tempat kerja mencapai 100 km.
“Kebanyakan naik motor ke stasiun, lalu naik kereta ke kantornya.”
Serupa dengan ungkapan Sony Sulaksono Wibowo di atas, banyak pekerja yang rela punya rumah jauh dari tempat kerja karena alasan harga rumah di dekat kota yang terlampau mahal.
“Sebagian orang akhirnya memilih rumah yang jauh, alasan utamanya adalah harga. Mereka akan sulit menemukan harga terjangkau di lokasi ideal yang diinginkan.”
Pekerja yang mencari rumah di pinggir kota menjelma menjadi ceruk pasar tersendiri. Kita pun acap melihat, beberapa pengembang yang membangun perumahan jauh dari pusat kota.
Tak jarang, pihak developer mengiklankan perumahan yang jauh itu dengan kata-kata manis agar calon konsumen terpincut untuk membeli rumah.
Namun bagi developer, mereka mempunyai ukuran untuk menilai satu lokasi punya masa depan cemerlang atau tidak. Sekalipun punya jarak yang lumayan jauh dari perkotaan.
“Ukuran developer menilai suatu lokasi adalah prospek ke depannya dan riset internal kami tentang kelayakan pembangunan perumahan di suatu lokasi. Serta sudah ada perumahan lain yang terjual dengan baik di sekitar lokasi tersebut,” jelas Azhary.
Bukan berasal dari data internal saja, developer pun biasanya mengikuti data pemerintah. Tak ayal, mereka percaya diri saat menyampaikan potensi suatu wilayah kepada calon konsumen.
“Biasanya ‘janji’ developer terkait potensi di masa depan itu berdasarkan data pemerintah setempat dan riset kami, sehingga developer confident untuk menyampaikan potensi itu ke calon konsumen,” tambah Azhary.
Dampak Perjalanan Jauh pada Kesehatan Tubuh dan Mental
Sesuatu yang berlebihan pastinya akan berdampak pada banyak hal, termasuk ketika sering bepergian jauh dari rumah ke kantor setiap hari. Bakal ada imbas nyata, terutama dari segi psikologis dan kesehatan.
Psikolog Klinis Mariska S. Rompis mengistilahkan bepergian jauh yang dilakukan sehari-hari dengan sebutan commuting.
Dari sudut pandang Mariska, commuting yang sudah jadi aktivitas rutin punya dampak positif dan negatif.
Ada tiga faktor yang memengaruhinya, pertama moda transportasi, kedua aktivitas yang dilakukan, lalu ketiga kondisi fisik dan psikis.
Bagi mereka yang melakukan commuting memakai kendaraan bermotor mengemudi atau menumpang, Mariska mengungkap risiko negatifnya bagi tubuh secara langsung.
“(Seperti) sakit kepala, kaku atau nyeri otot, bahkan tingginya kadar kolesterol dan gula darah menurut sejumlah studi yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris.”
“Bayangkan harus bertahan dalam satu posisi yang sama dalam waktu yang lama. Dampak-dampak negatif tersebut tentunya dapat menimbulkan stres tersendiri bagi kita,” ujar Mariska kepada Berita 99.co Indonesia.
Sementara bagi yang kerap commuting menggunakan moda transportasi yang setiap harinya mesti berdesak-desakan, hal tersebut akan memantik stressor tersendiri.
“Tidak sedikit dari kita yang terpicu agresinya ketika berhadapan dalam situasi-situasi tersebut, seperti bertengkar dengan pengemudi angkutan umum atau saling mendorong di dalam angkutan umum,” jelas Mariska yang praktik di Pusat Inovasi Psikologi (PIP) Unpad dan Brawijaya Clinic Buah Batu Bandung ini.
Setali tiga uang, dokter dari Klinik Permata Ruby Karawang, Putri Adinie Esca Nissa mengatakan, perjalanan jauh yang harus ditempuh setiap hari akan bikin produktivitas kerja jadi berkurang.
“Apabila fisik dan pikiran sedang lelah tentu fokus terhadap pekerjaan akan terganggu sehingga dapat menurunkan produktivitas bekerja,” ungkapnya.
Lantas jika sudah terlanjur beli rumah jauh dari kantor atau memang sudah kesemsem dengan hunian yang lokasinya tak berada di kota, apa yang harus dilakukan?
Pada Akhirnya, Keadaan Selalu Mempunyai Jalan Damai Sendiri
Dokter Putri Adinie memberikan beberapa tips agar tubuh tetap prima di tengah laju aktivitas yang sangat intens.
Beberapa tips tersebut, yaitu:
- Sebelum berangkat pastikan perut diisi terlebih dulu dengan sarapan dan minum dalam porsi wajar.
- Ketika pulang ke rumah, usahakan untuk tidur cukup 6-8 jam.
- Jika terlampau lelah, lakukan sleep hygiene dengan mandi air hangat dan minum air hangat atau cokelat.
- Hindari menggunakan gadget sampai larut malam.
- Usahakan tidak minum kopi dalam jumlah yang berlebihan.
- Rutin berolahraga.
Bagi Mariska, perjalanan jauh sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, khususnya menenangkan pikiran.
“Kalau kita beruntung bisa melihat keluar jendela, lihatlah pemandangan yang ada di luar. Berikan perhatian pada orang-orang di luar, tempat-tempat yang dilewati, atau pepohonan yang terlihat,” ungkap lulusan Magister Profesi Psikolog dengan konsentrasi Klinis Dewasa di Universitas Padjadjaran (Unpad) ini.
Bahkan, kamu bisa saja menggunakan waktu dalam perjalanan jauh untuk menenangkan diri.
“Jika sedang mengendarai mobil, kita bisa menggunakan momen ini sebagai momen menyalurkan emosi atau menenangkan diri,” jelas Mariska.
Andai perjalanan jauh menjadi aktivitas rutin dan tak bisa dihindari, cobalah untuk berdamai dengan cara mempersiapkan segala hal sebelum berangkat kerja.
Menurut Mariska, beberapa hal yang bisa kita siapkan setiap hari untuk commuting adalah mengevaluasi kondisi fisik, kondisi psikis atau mood, serta lakukan kegiatan yang memantik perasaan jadi lebih baik.
“Contohnya, kita bisa menyiapkan playlist lagu-lagu yang bersemangat atau membawa stress ball untuk diremas ketika kita bete.”
Langkah di atas pun diamini oleh Rayhadi yang kerja jauh saban hari Sumedang-Bandung. Guna mengusir kebosanan, ia menyiasatinya dengan mendengarkan lagu.
“Denger lagu, atau cari beberapa jalur alternatif biar enggak bosen liat yang itu-itu aja,” tukasnya.
Kemudian menurut Pengamat Transportasi Sony Sulaksono Wibowo, perlu ada campur tangan pemerintah untuk memberikan siasat konkret bagi mereka yang punya rumah jauh dari tempat kerja.
Alih-alih membangun jalan tol, akan lebih baik bila ada moda transportasi massal yang bisa melayani masyarakat luas untuk bekerja.
“Harus ada jaringan angkutan umum massal yang bisa meraihnya atau melayani orang-orang yang kerjanya jauh dari tempat tinggal,” tutup Sony.
Maka seperti ungkapan pepatah; hidup adalah pilihan. Bila memang harus berjarak jauh dengan tempat kerja, cobalah cari jalan damai sendiri. Namun jangan lupa, untuk tetap memerhatikan banyak aspek, termasuk kesehatan tubuh dan mental.
Apakah kamu punya rumah jauh dari kantor? Jika iya, selalu atur strategi agar tidak keteteran. Buat yang masih berencana, pertimbangkan secara bijak sebelum memutuskan, ya!
Semoga bermanfaat, Sahabat 99.
Baca artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Temukan rekomendasi hunian terbaik hanya di www.99.co/id dan rumah123.com, karena kami selalu #AdaBuatKamu.
Cek sekarang juga!
***
Penulis Utama: Insan Fazrul R
Editor: Bobby Agung Prasetyo
Penanggung Jawab: Elmi Rahmatika F. A.
Tim Penulis:
Artikel ini merupakan rangkaian liputan khusus Tim Berita 99.co Indonesia yang termuat dalam 99 Property Magazine Edisi 04: Jalan Panjang Menuju Rumah Impian