Ibarat matahari terbit yang memberikan secercah harapan, pengembangan hunian di kawasan sunrise property tak lepas dari sejumlah aspek penting.
Sunrise property merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi di dunia bisnis properti tanah air.
Istilah tersebut merujuk pada wilayah atau kawasan yang memiliki prospek cerah untuk berinvestasi properti.
Meski demikian, tidak semua kawasan yang bagus untuk investasi properti dapat dikatakan sebagai sunrise.
Alasannya, pengembangan sunrise properti meliputi berbagai faktor baik dari sarana dan prasana yang dapat menunjang pengembangan kawasan tersebut.
Mengenai hal ini, saya mewawancarai Alvin Andronicus, pengajar Panangian School of Property sekaligus Chief Marketing Officer Elevee Condominium by Alam Sutera.
Dalam program Tanya Pakar dari 99.co Indonesia, Alvin membeberkan pandangannya mengenai potensi dan kawasan yang cocok untuk pengembangan hunian dalam aspek sunrise property.
Apa Itu Sunrise Property?
Menurut Alvin Andronicus, sunrise property adalah sebuah istilah yang merujuk pada kawasan yang memiliki “matahari cerah” untuk berinvestasi properti.
Kawasan-kawasan yang dianggap sunrise diibaratkan seperti melihat matahari terbit yang cerah dan segar.
“Jadi kawasan itu memberi muatan dan potensi yang baik bagi masyarakat yang tinggal,” kata Alvin.
Pengembangan hunian di kawasan sunrise tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat, tetapi juga para pelaku bisnis.
Oleh karena itu, Alvin mengatakan bahwa setidaknya ada beberapa hal yang mesti diperhatikan terkait pengembangan hunian di kawasan sunrise.
Lalu, kawasan seperti apa yang termasuk sunrise dan sangat bagus untuk dikembangkan bisnis properti?
Kawasan yang Cocok untuk Pengembangan Hunian di Area Sunrise Property
1. Kawasan dengan Aksesibilitas yang Baik
Aspek pertama, kawasan tersebut memiliki aksesibilitas yang baik.
Artinya, wilayah yang ingin dikembangkan memiliki akses yang mudah dicapai.
Menurut Alvin, ketercapaian merupakan aspek yang krusial untuk memudahkan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut nantinya.
“Jauh itu kan relatif, kalau jauh dalam arti mudah dicapai, ya, no problem,” katanya.
Sebaliknya, jika kawasan itu tidak mudah diakses dan dicapai maka dinilai sulit untuk dikembangkan dalam jangka waktu tertentu.
2. Sarana Infrastrukur yang Mendukung
Sarana infastruktur menjadi salah satu faktor yang mendukung pengembangan hunian di kawasan sunrise.
Keberadaan infrastruktur transportasi seperti jalan raya, jalan tol, kereta api, stasiun, hingga sarana infrastruktur kelistrikan dan air dinilai berperan penting.
“Zaman dulu, developer membeli lahan terlebih dahulu karena [tergiur] harga murah sehingga membuat land bank (cadangan lahan) terbengkalai karena tidak bisa dikelola dan didevelop akibat zero infrastruktur,” ujar Alvin.
Tak tanggung-tanggung, lahan yang dibeli juga mulai dari puluhan hektare hingga ratusan hektare. Namun, karena di suatu kawasan tersebut belum didukung infastruktur yang memadai maka tak sedikit developer yang merugi.
“Developer kecil trial and error untuk mencoba membeli 10 hektare dan 20 hektare lahan, tapi dengan konsekuensi karena belum dibangun infrastruktur yang memadai sehingga [kawasan itu] menjadi tertinggal,” katanya.
Sementara itu, lanjut Alvin, salah satu kawasan yang bagus karena didukung sarana infastrukturnya adalah kawasan Tenjo, Bogor.
Alvin menyebut bahwa kawasan Tenjo terus berkembang dan sudah banyak pembangunan properti karena infrastrukturnya yang mendukung.
“Contoh lainnya yaitu developer Ciputra yang membangun kawasan sedikit jauh dari pusat kota, tetapi mereka itu membangun dengan sistematik yang sudah ada sarana infrastrukturnya,” tutur dia.
3. Fasilitas Memadai
Faktor lain yang wajib diperhatikan pelaku bisnis untuk mengembangkan suatu kawasan adalah fasilitasnya.
Menurut Alvin, tak sedikit proyek properti yang dikembangkan developer malah ditinggalkan karena tidak dilengkapi sejumlah fasilitas di sekitarnya.
“Sekarang, banyak suatu kawasan yang ditinggal[kan] karena tidak didukung oleh sarana transportasi yang mudah, kawasan yang belum dilengkapi fasilitas-fasilitas mumpuni, aksesibilitas yang cukup jauh dan tak mudah dicapai. Ini menjadi faktor-faktor yang mengurangi minat masyarakat pada kawasan itu,” tuturnya.
Sebaliknya, ada pula kawasan hunian yang tetap menjadi primadona karena dilengkapi fasilitas yang menjadi daya tarik di kawasan tersebut.
“Kalau [lokasinya] jauh tetapi [berkonsep] one stop living alias dimudahkan fasilitas, ya, tidak masalah.”
4. Berkawasan Hijau (Eco Green Living)
Saat ini, perumahan berkonsep eco green living atau ramah lingkungan menjadi alternatif bagi sebagian masyarakat.
Alvin menilai bahwa konsep eco green living menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga saat ini pengembangan hunian telah mengarah ke konsep tersebut.
Konsep kawasan hijau dapat diterapkan untuk berbagai jenis properti terutama area perumahan.
5. Kawasan Baru yang akan Berkembang
Pengembangan hunian di kawasan sunrise property tidak hanya pada kawasan lama yang sudah matang, tetapi juga kawasan yang akan berkembang (new territory).
Contohnya, kata Alvin, sebagian pengembang besar yang sudah berpengalaman telah membangun suatu kawasan hunian di kawasan baru yang memiliki prospek cerah, seperti wilayah Tenjo, Bogor.
Untuk menjadikan kawasan itu sunrise property, lanjut Alvin, para developer membangun dengan tanggung jawab dan komitmen melalui masterplan yang jelas.
“Kawasan itu dibentuk di awal dengan suatu konsep yang jelas dan masterplan yang mumpuni. Suatu masterplan yang going on pasti berjalan terus. Artinya, masyarakat akan tinggal di sana karena pembangunan dijalankan dengan baik dan ada pengembangan-pengembangan baru ke depan,” ujarnya.
Contoh kawasan baru lain yang berpotensi menjadi sunrise property adalah IKN Nusantara. Dia mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan lahan besar di IKN guna pengembangan kawasan sunrise properti.
“Ini bisa menjadi konsep satu kota besar yang benar-benar muatannya sunrise property. Penataannya yang dibuat pemerintah sudah digital. Apalagi, di IKN itu bukan berkonsep TOD, tetapi ROD (rail oriented development) sehingga konsep itu akan bermuatan khusus seperti Singapura,” paparnya.
6. Kawasan Lama yang Sudah Matang
Sebagian kawasan lama yang sudah matang dan stabil dikenal sebagai sunrise karena sudah dikembangkan sejak dulu.
Alvin mencontohkan kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Pusat yang berkembang pesat karena sudah didukung sarana prasana yang baik.
Hal ini bermula ketika pada tahun 70 dan 80-an para developer berkumpul di Jakarta untuk merumuskan pembangunan properti di ibu kota.
“Semua fokus pembangunan di ibu kota, tidak ada di luar kota. Kenapa? Karena sarana transportasi dimudahkan, fasilitas mudah karena melekat di pusat kota, developer yang membangun sudah tepercaya yang rata-rata sudah berpengalaman puluhan tahun dalam membangun suatu proyek eksistingnya,” papar dia.
Namun, keterbatasan lahan di kawasan lama yang sudah matang menjadi suatu persoalan yang tak dapat dihindari sehingga pengembang mulai mencari alternatif lain ke kawasan baru (new territory).
7. Kawasan dengan Harga Lahan Stabil
Meskipun kawasan baru merupakan alternatif untuk pengembangan sunrise property, Alvin tak menampik jika developer cukup kesulitan mencari new territory dengan harga lahan yang relatif rendah.
Andaikata terdapat kawasan yang besar dengan harga relatif rendah maka diperlukan pembangan infrastruktur. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur juga sangat diperlukan.
“Berkaitan dengan rencana pemerintah dalam konsep kawasan baru, berarti pemerintah [perlu] membangun infrastruktur yang cost-nya mahal sehingga developer tidak mudah mendapat new territory dengan harga rendah,” ujar dia.
Hanya saja, apabila mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), pemerintah dapat mengembangkan kawasan baru secara bertahap sehingga developer akan lebih mudah membangun sesuai tahapan-tahapan yang direncanakan.
“Nah, itu pastinya membantu developer dalam mencari lahan-lahan yang harapannya bisa menjadi teritori baru dengan menjadi kawasan sunrise property,” katanya.
Hal ini berbeda dengan zaman dulu ketika developer memborong lahan ratusan hektare di kawasan yang belum matang dengan sarana infrastruktur yang terbatas.
Contoh Kawasan Sunrise Property di Indonesia
Di Indonesia, pengembangan hunian di kawasan sunrise property mengarah ke daerah penyangga ibu kota seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor.
Rata-rata pengembangan hunian di kawasan sunrise diprakarsai oleh sejumlah pengembang besar yang sudah go public.
“Misalnya, perusahaan Tbk seperti Summarecon [yang] mempunyai kawasan beribu hektare yang sunrise-nya itu ada di Bogor atau Gading Serpong,” kata dia.
Contoh daerah sunrise property lainnya yaitu dari pengembang Sinar Mas Land yang mempunyai lahan ribuan hektare di BSD yang pembangunannya terus berlanjut.
Ada pula developer Alam Sutera yang membangun proyeknya di kawasan sunrise dengan konsep masterplan jelas.
“Jadi, patokannya adalah developer besar dan masuk public listing yang mumpuni dan bertanggung jawab. Itulah komitmen mereka bahwa apa yang mereka bangun memberikan kepercayaan pada masyarakat [bahwa pembangunannya] sebagai kawasan sunrise property,” tutur dia.
Apalagi, menurut Alvin, masyarakat yang membeli properti baik secara tunai atau angsuran pastinya menginginkan bahwa propertinya tersebut bernilai investasi.
“Jadi, jika kita lihat, fakta-fakta inilah yang menjadikan kawasan itu bermuatan sunrise property atau sunset properti yang kawasannya berantakan dan tidak terurus, kawasannya juga tidak mudah dicapai,” papar Alvin.
***
Semoga ulasannya bermanfaat.
Simak informasi lain yang tak kalah menarik hanya di Berita.99.co.
Baca dan ikuti Google News kami untuk membaca artikel seputar properti terbaru.
Tak ketinggalan, cek rumah idamanmu dari sekarang hanya di www.99.co/id.
Temukan ragam hunian menarik karena jual beli di 99.co #segampangitu.