Bahasa Pendidikan

8 Contoh Cerpen Sumpah Pemuda Singkat yang Menginspirasi dan Penuh Makna!

5 menit

Apakah kamu sedang ditugaskan membuat cerpen sumpah pemuda? Yuk, lihat referensinya pada artikel ini!

Hari Sumpah Pemuda merupakan momentum terbaik untuk mengingat perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Untuk memaknai hari besar tersebut, pemuda dan pemudi Indonesia dapat memperingatinya dengan membuat cerpen Sumpah Pemuda.

Cerpen Sumpah Pemuda ini berisi kisah yang menggugah jiwa untuk lebih mencintai Tanah Air dan para pahlawan.

Nah, kali ini Berita 99.co Indonesia telah menghimpun contoh cerpen Sumpah Pemuda yang bisa kamu simak pada uraian di bawah ini.

8 Contoh Cerpen Sumpah Pemuda

sumpah pemuda

sumber: shutterstock.com

1. Contoh Cerpen Sumpah Pemuda yang Menginspirasi

Bahasamu Bukan Bahasa Bangsa Kita

Hari itu hari Minggu dan semenjak pagi langit tampak malu-malu memamerkan warna birunya. Malahan, sebujur awan kelam yang semakin bangga dengan gelapnya pagi.

Tidak jauh dari pandang mata, di sebuah kursi kayu yang sederhana duduk seorang pemuda. Dia sendirian, dan sebenarnya darah muda itu sedang menunggu temannya yang sedari pagi mengaku akan berkunjung ke rumah.

Tak lama berselang, teman pemuda itu tiba dan langsung menyapanya dengan semangat.

“Aduh, sudah lama ya nunggunya, Lan. Maaf ya, tadi bonyok-ku belum pulang dari rumah nenek sehingga aku terpaksa menunggu mereka kembali.”

“Oalah begitu kisahnya. Okelah, tiada mengapa, Dika. Eh, bonyok itu maksudnya apa?”

“Aduh, Alan, kamu kok enggak gaul banget sih. Bonyok itu artinya Bokap dan Nyokap.”

“Hemm. Aneh-aneh saja sih singkatanmu. Padahal kan tinggal sebutkan saja kata orang tua.”

Sudah menunggu lama, Alan malah dibuat semakin kesal dengan sikap dan penggunaan bahasa yang digunakan Dika.

Alan merasa bahwa singkatan-singkatan semacam itu hanya sekadar bahasa sok gaul, apa lagi hari itu sedang ada peringatan Hari Sumpah Pemuda.

Pada ikrar yang ketiga, dikatakan bahwa pemuda dan pemudi Indonesia itu punya janji yaitu menjunjung tinggi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sontak saja, gaya si Dika terang menodai dan bahkan melukai bahasa yang menjadi identitas Bumi Pertiwi.

“Alan, bagaimana dengan pengumuman lomba baca puisi Sumpah Pemuda pada hari Kamis kemarin? Aku dengan kamu dapat juara 2, ya? CMIIW.”

“Iya benar, baru saja malam tadi pengumumannya. Alhamdulillah aku dapat juara dua. Eh, Dika, CMIIW itu apa lagi?”

“Hehe, maaf, Alan. Kamu masih belum tahu juga ya? CWIIW itu singkatan dari Correct Me If I am Wrong. Artinya, koreksi bila aku salah.”

Alan hanya mengangguk sembari tersenyum. Biar bagaimanapun, Dika adalah teman sekaligus sahabat yang senantiasa menemaninya entah itu di kala suka maupun duka.

Alan tidak ingin mencela sahabatnya lebih jauh, karena dia tahu Dika sedang berusaha belajar Bahasa Inggris demi menggapai cita-cita kuliah di luar negeri.

“O ya, Dika, pada peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun ini kamu ikut lomba dan kegiatan apa saja?”

“Hemm, kegiatan, ya. Sebenarnya aku mau ikut banyak lomba sih. Aku mau ikut lomba pidato, tapi aku tak begitu paham bagaimana kisah dalam kongres pemuda. Aku ingin ikut lomba cerdas cermat, masih sama saja. Aku tidak percaya diri bahwa aku bisa menang.”

“Oalah, ternyata seperti itu. Ya sudah lah, paling tidak tahun depan kamu wajib ikut, ya. Masa dengan kegiatan penuh sejarah bagi negeri sendiri kita enggan untuk berpartisipasi. Katanya berjiwa nasionalisme, katanya cinta tanah air. Jangan-jangan kamu kemarin tidak ikut upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di sekolah?”

“Hehehe. Iya, aku bangun kesiangan waktu itu. Karena kukira bakal telat, terpaksa deh aku izin sakit.”

“Nah kan!”

Alan menghela napas lebih panjang dari biasanya. Ia pun semakin kesal dengan sikap dan tingkah Dika. Sebagai seorang pemuda Dika seharusnya ikut berpartisipasi terhadap kegiatan yang bertajuk Nasionalisme.

“O ya, Dika, kamu jadi bermalam di rumahku, kan? Nah, nanti sore kita makan jagung bakar sambil melihat swastamita di tebing belakang rumahku ya. Soalnya tadi aku sudah periksa prakiraan cuaca, sebentar lagi langit akan segera cerah.”

“Oke siap laksanakan! Eh, Alan, swastamita itu apa sih? Apa sama seperti singkatan LOL (Laughing Out Loud) atau UWU (Unhappy Without U)?”

“Lha, lha, lha. Kamu ini sebenarnya orang mana sih. Orang Indonesia, atau orang Inggris yang nyasar? Swastamita itu adalah pemandangan indah di saat matahari terbenam.”

“Oalah gitu. Kok aku baru tahu ya? Memangnya itu bahasa apa?”

“Aduh! Itu Bahasa Indonesia, abang ganteng!”

“Hemm. Oke, oke, oke. Aku baru dengar lho. Ternyata Bahasa Indonesia juga terdengar indah dan artinya luar biasa ya.”

“Tentu saja. Eh, aku tes kamu sekali lagi ya Dika. Kamu tahu apa itu arunika?”

“Duh, apa itu Alan, sepertinya bahasa Spanyol ya? Hemm. Aku belum lancar.”

“Nah kan, lagi-lagi tidak pernah dengar. Arunika itu Bahasa Indonesia, artinya cahaya matahari yang muncul beriringan dengan terbitnya matahari.”

“Wah, aku tak menyangka ternyata bahasa kita seindah itu.”

Dika pun terkagum-kagum dengan dua diksi yang diucapkan oleh Alan. Dia merasa malu terhadap diri sendiri. Selama ini ia merasa bangga karena hapal begitu banyak singkatan gaul Bahasa Inggris. Baginya sih keren, tapi tidak lebih keren daripada Bahasa Indonesia.

“Dika, karena kita adalah pemuda harapan bangsa, sudah menjadi kewajiban diri untuk merawat, mencintai, serta menjaga kemurnian Bahasa Indonesia. Belajar bahasa asing itu bagus, sangat bagus malahan. Tapi, gunakanlah di waktu dan keadaan yang tepat. Sekarang ada begitu banyak orang yang mencampur-adukkan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sehingga dijuluki keminggris. Mereka kira mereka keren? Padahal tidak. Dan lambat laun, bahasa kita sendiri yang berangsur tenggelam.”

“Siap, Alan. Terima kasih telah menyadarkanku. Engkau benar-benar sahabat terbaikku. Saat ini juga aku ingin belajar lebih banyak tentang Bahasa Indonesia.”

Alan dan Dika pun kembali ceria seiring dengan kabar langit yang mulai memamerkan cerahnya. Mereka bersiap-siap untuk memetik jagung di kebun dan segera menanti datangnya swastamita.

2. Contoh Cerpen Sumpah Pemuda Singkat

sumpah pemuda

sumber: shutterstock.com

Demi Sumpah

Salim masih duduk membisu di teras. Mulutnya mengoarkan asap keretek dari tembakau sisa di ladang Pak Bangka. Rasa-rasanya subuh akan tiba beberapa jam lagi. Namun, tidak sekali pun kelopak matanya mau menutup.

Hatinya masih terasa membara. Dadanya terkoyak mengingat Pak Bangka yang mungkin masih menunggu Barito.

Biasanya malam-malam begini, pria bungkuk itu akan berkeliling di ladang. Tangannya pasti membawa lentera dengan sumbu yang hampir habis terbakar.

Orang sinting itu juga akan memanggil nama Barito berulang-ulang. Apalagi pada malam ini, saat angin subuh mulai bertiup membuat bulu kuduk Salim kembali merinding.



Cepat-cepat Salim menaikkan sarungnya ke bahu, lantas menyusul Pak Bangka ke ladang tembakau yang panen beberapa hari lalu.

“Salim… Salim…,” panggil Pak Bangka sambil menyorotkan lenteranya pada Salim yang tampak menggigil kedinginan. Dia menyusul pria ceking itu untuk kembali ke pematang. “Di mana Barito, Nak?” tanyanya sambil tersenyum.

“Begini, Pak,” Salim segera membuang sisa kereteknya, “Barito sudah pulang, bisiknya lirih.

Mata Pak Bangka semakin berkilat-kilat. Senyumnya juga kian merekah.

“Ayo pulang dengan saya, Pak,” ajak Salim.

Pak Bangka mengikuti pria itu. Sedangkan Salim berjalan di depannya sambil menangis.

Hari ini Barito mati. Dia tidak dapat ke ladang untuk menjemput bapaknya yang pikun.

Pasalnya bocah tolol itu lebih memilih sumpahnya. Dia ikut berdemo dengan papan ‘Kami para Pemuda Bersatu untuk Kemerdekaan’.

Baca Juga: 13 Puisi tentang Sumpah Pemuda Singkat dan Menginspirasi. Mudah Dihafal!

3. Contoh Cerpen Sumpah Pemuda

Bayangan Sang Garuda

Di sebuah desa kecil di pelosok Jawa, hiduplah seorang pemuda bernama Bara. Sejak kecil, Bara selalu mendengar kisah-kisah perjuangan para pahlawan. Tentang Soekarno, Hatta, dan para pemuda yang dengan gagah berani memproklamasikan kemerdekaan. Namun, bagi Bara, kisah-kisah itu terasa begitu jauh dan abstrak.

Suatu hari, guru sejarahnya membawa mereka ke sebuah monumen Sumpah Pemuda. Ketika berdiri di hadapan monumen itu, Bara merasakan getaran yang aneh. Ia membayangkan para pemuda pada masa itu, dengan semangat membara, bersumpah untuk satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.

“Apa yang membuat mereka begitu yakin dan berani?” gumam Bara dalam hati.

Malam harinya, Bara terbangun dari tidur. Di luar, langit gelap gulita hanya diterangi oleh rembulan. Ia keluar rumah dan duduk di bawah pohon mangga kesayangannya. Matanya menatap langit, membayangkan burung garuda yang sedang mengangkasa. Burung garuda, lambang negara Indonesia, melambangkan kekuatan, keberanian, dan kemegahan.

“Aku juga ingin menjadi seperti mereka,” bisik Bara pada dirinya sendiri. “Aku ingin menjadi bagian dari generasi penerus yang akan membawa Indonesia semakin maju.”

Keesokan harinya, Bara mengajak teman-temannya untuk membersihkan lingkungan sekolah. Mereka mengumpulkan sampah, menanam pohon, dan memperbaiki fasilitas yang rusak. Awalnya, teman-temannya merasa malas, namun setelah mendengar cerita Bara, mereka akhirnya ikut bersemangat.

“Kita mungkin tidak bisa menjadi pahlawan seperti mereka, tapi kita bisa memulai dari hal-hal kecil,” kata Bara.

Sejak saat itu, Bara dan teman-temannya semakin aktif dalam kegiatan sosial. Mereka mengikuti berbagai lomba, membuat kelompok belajar, dan bahkan membuat sebuah organisasi pemuda. Mereka ingin membuktikan bahwa semangat Sumpah Pemuda masih hidup di generasi muda.

4. Cerpen Sumpah Pemuda 5 Paragraf

Jiwa Satu Bangsa

Mentari pagi menyinari Batavia yang hiruk pikuk. Di sebuah gedung tua, para pemuda perwakilan dari berbagai daerah berkumpul. Mereka memiliki satu tujuan: menyatukan suara untuk Indonesia. Suasana penuh semangat, diselingi perdebatan hangat tentang masa depan bangsa.

Akhirnya, setelah berunding panjang, lahirlah ikrar sakral yang menggetarkan hati seluruh hadirin. “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  

Sumpah Pemuda, begitulah ikrar itu disebut. Tiga kalimat sederhana namun sarat makna. Kalimat itu menjadi tonggak sejarah, menyatukan beragam suku, budaya, dan agama dalam satu ikatan persaudaraan. Bahasa Indonesia, yang sebelumnya dianggap bahasa rendah, kini menjadi perekat yang menyatukan seluruh wilayah Nusantara.

Semangat Sumpah Pemuda terus menyala hingga kini. Generasi muda Indonesia mewarisi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Mereka berjuang untuk Indonesia yang lebih baik, dengan semangat persatuan dan kesatuan. Sumpah Pemuda bukan hanya peristiwa masa lalu, tetapi juga semangat yang terus hidup dalam jiwa setiap anak bangsa.

Dalam setiap perjuangan, semangat Sumpah Pemuda menjadi inspirasi. Kita diingatkan akan pentingnya persatuan, gotong royong, dan cinta tanah air. Mari kita jaga dan lestarikan nilai-nilai luhur Sumpah Pemuda, agar Indonesia tetap jaya dan bersatu.

5. Cerpen Tema Sumpah Pemuda yang Menyentuh Hati

6. Cerpen tentang Sumpah Pemuda tentang Perbedaan

7. Cerpen Sumpah Pemuda Singkat dengan Latar Sekolah

8. Cerpen Sumpah Pemuda yang Berkaitan dengan Perjalanan

Baca Juga: 7 Cerpen tentang Pahlawan Singkat dan Menarik untuk Tugas Sekolah

***

Semoga bermanfaat, Property People.

Pantau terus artikel yang tak kalah menarik lainnya lewat Berita.99.co.

Cek juga Google News Berita 99.co Indonesia untuk dapatkan update informasi terbaru.

Tak lupa, kunjungi laman www.99.co/id guna menemukan beragam rumah idaman dan properti impian.

Dapatkan berbagai promo dan diskon menggiurkan karena beli hunian emang #segampangitu bersama kami!



Gadis Saktika

Gadis Saktika adalah Content Writer di 99 Group yang sudah berkarier sebagai penulis dan wartawan sejak tahun 2019. Lulusan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI ini senang menulis tentang etnolinguistik, politik, HAM, gaya hidup, properti, dan arsitektur.
Follow Me:

Related Posts