Dalam bahasa Jawa, ada karya sastra yang dikenal dengan istilah tembang macapat. Ketahui pengertian dan contoh tembang macapat di sini, yuk!
Menukil buku Piwulang Basa Jawi yang disusun oleh Heru Subrata, tembang macapat yaiku tembang utawa geguritan tradhisional Jawa kang yritakake taha-tahap panguripane manungsa. Filosofi kasebut nggambarake manungsa wiwit lair, wiwit sinau nalika isih cicik, naila diwasa, ngani pungkasane mati.
Dalam bahasa Indonesia, pengertian tembang macapat adalah sajak atau puisi tradisional Jawa yang menceritakan tahap-tahap kehidupan manusia. Filosofi tersebut menggambarkan manusia ketika lahir, ketika belajar saat masih kecil, ketika dewasa, sampai menutup usia.
Tembang macapat ini tediri memiliki berbagai subtembang atau jenis-jenis tembang di bawahnya yang dikenal dengan istilah tembang cilik.
Tembang cilik tersebut terdiri dari 11 jenis, yakni tembang pocung, maskumambang, megatruh, gambuh, mijil, kinanthi, asmarandana, durma, pangkur, sinom, dan dhandhanggula.
Setiap jenis tembang macapat tersebut memiliki ciri-cirinya masing-masing yang dibedakan berdasarkan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Lebih jelasnya, simak penjelasan dan contoh tembang macapat berikut ini!
Contoh Tembang Macapat
1. Tembang Pocung
Tembang pocung menggambarkan tentang ritual melepaskan kepergian seseorang yang sudah meninggal.
Ada 4 guru gatra dalam tembang pocung dengan susunan 12-u; 6-a; 8-i; 12-a.
Berikut ini contoh tembang pocung:
Beda lamun kang wus sengsem reh ngasamun,
Semune ngaksama,
Sasamane bangsa sisip,
Sarwa sareh saking mardi martatama.
2. Tembang Maskumambang
Tembang macapat maskumambang adalah tembang yang menceritakan tentang tahap pertama dalam perjalanan hidup manusia.
Tembang maskumambang memiliki 4 guru gatra dengan susunan 12-i; 6-a; 8-i; 8-a.
Berikut ini contoh tembang maskumambang dan artinya:
Nadyan silih bapa biyung kaki nini,
Sadulur myang sanak,
Kalamun Muruk tan becik,
Nora pantes yen den nuta.
3. Tembang Megatruh
Tembang megatruh secara filosofi menceritakan tentang tahap kehidupan manusia ketika nyawa atau ruh mereka terpisah dari raganya.
Megatruh terdiri dari 5 guru gatra dengan struktur 12-u; 8-i; 8-u; 8-i; 8-o.
Inilah contoh tembang megatruh:
Aja sipat tan pegat siyang myang dalu,
Amuwun ing ngarsa mami,
Nora pajar kang kinayun,
Lah mara sira den aglis,
Tutura mringjeneng ingong.
4. Tembang Gambuh
Tembang gambuh adalah tembang yang mengisahkan tahap kehidupan manusia ketika sudah bertemu dengan pasangan yang cocok.
Gatra tembang gambuh ada 7 dengan susunan 7-u; 10-u; 12-i; 8-u; 8-o.
Berikut ini contoh tembang gambuh:
Sekar gambuh ping catur,
Kang cinatur polah kang kalantur,
Tanpa tutur katula-tula katali,
Kadalu warsa kapatuh,
Katutuh pan dadi awon.
5. Tembang Mijil
Tembang mijil adalah tembang macapat yang mewakili kehidupan manusia ketika baru saja dilahirkan.
Ada 6 gatra dalam tembang mijil, yakni dengan struktur 10-i; 6-a; 10-e; 10-i; 6-i; 6-u.
Berikut ini contoh tembang mijil:
Wulang estri kang wus palakrami
Lamun pinitados
Amerngkoni mring balewismane
Among putra marusentanabdi
Deng angati-ati
Ing sadurungipun
6. Tembang Kinanthi
Sinom berasal dari kata nom yang berarti muda atau belia. Maka dari itu, tembang ini mewakili tahap kehidupan manusia saat mulai beranjak dewasa.
Tembang sinom memiliki 9 gatra dengan susunan 8-a; 8-i; 8-a; 8-i; 7-i; 8-u; 7-a; 8-i; 12-a.
Berikut ini contoh tembang sinom:
Amengani jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekassanipun
Dilalah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
7. Tembang Asmarandana
Tembang asmarandana adalah tembang yang menceritakan tahap kehidupan manusia yang sudah mulai merasakan cinta.
Gatra tembang asmarandana ada 7 dengan susunan 8-i; 8-a; 8-e; 8-a; 8-a; 8-u; 8-a.
Berikut ini contoh tembang asmarandana:
Kidung kedresaning kapti,
Yayah nglamong tanpa mangsa,
Hingan silarja jatine,
Satata samaptaptinya,
Raket rakiting ruksa,
Tahan tumaneming siku,
Karasuk sakeh kasrakat.
8. Tembang Durma
Tembang dhandhanggula mewakili tahap kehidupan manusia ketika sedang merasakan manisnya hidup saat baru berumah tangga.
Dhandanggula memiliki 5 gatra dengan susunan 10-i; 10-a; 8-e; 7-u; 9-i; 8-a; 6-u; 8-a; 12-i; 7-a.
Berikut ini contoh tembang macapat dhandanggula:
Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa samiyp anuladha
Duk ing nguni caritane
Andelira sang Prabu
Sasrabau ing Maespati
Aran Patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakara
Guna kaya purun ingkang den antepi
Nuhoni trah utama
9. Tembang Pangkur
Tembang pangkur adalah tembang yang menggambarkan manusia yang harus selalu menjauhi atau meninggalkan hawa nafsu dan angkara murka dari kehidupan.
Pangur memiliki 7 guru gatra dengan susunan  8-a; 11-i; 8-u; 7-a; 12-u; 8-a; 8-i.
Di bawah ini contoh tembang pangkur:
Mingkar-mingkuring angkara,
Akarana karenan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kertarto, pakartining ngelmu luhung,
Kang tumrap neng tanah Jawi,
Agama-ageming aji.
10. Tembang Sinom
Sinom berasal dari kata nom yang berarti muda atau belia. Maka dari itu, tembang ini mewakili tahap kehidupan manusia saat mulai beranjak dewasa.
Tembang sinom memiliki 9 gatra dengan susunan 8-a; 8-i; 8-a; 8-i; 7-i; 8-u; 7-a; 8-i; 12-a.
Berikut ini contoh tembang sinom:
Amengani jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekassanipun
Dilalah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
11. Tembang Dhandhanggula
Tembang dhandhanggula mewakili tahap kehidupan manusia ketika sedang merasakan manisnya hidup saat baru berumah tangga.
Dhandanggula memiliki 5 gatra dengan susunan 10-i; 10-a; 8-e; 7-u; 9-i; 8-a; 6-u; 8-a; 12-i; 7-a.
Berikut ini contoh tembang macapat dhandanggula:
Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa samiyp anuladha
Duk ing nguni caritane
Andelira sang Prabu
Sasrabau ing Maespati
Aran Patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakara
Guna kaya purun ingkang den antepi
Nuhoni trah utama
Sejarah Tembang Macapat
Dikutip dari jurnal Fungsi Sosial Kemasyarakatan Tembang Macapat karya Puji Santosa, tembang macapat adalah karya sastra Jawa yang sudah lama dikenal.
Konon, macapat diturunkan dari dewa kepada Pendeta Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kediri.
Sementara itu, menurut buku Macapat Tembang Jawa Indah dan Karya Makna oleh Zahra Haidar, tembang macapat disebut diciptakan oleh Prabu Dewawasesa atau Prabu Banjaran Sari di Sigaluh pada 1279 Masehi.
Pendapat lain mengatakan bahwa tembang macapat tidak diciptakan oleh satu orang, tetapi oleh beberapa wali dan bangsawan.
Tokoh-tokoh tersebut adalah Sunan Giri Kedaton, Sunan Giri Prapen, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muryapada, Sunan Kalijaga, Sultan Pajang, Sultan Adi Eru Cakra, dan Adipati Nata Praja.
Aturan dan Struktur Tembang Macapat
Tembang macapat terdiri dari tiga unsur, yakni guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
- Guru gatra: Pedoman baris
- Guru lagu: Pedoman jatuhnya aksara vokal di akhir kata dalam setiap baris
- Guru wilangan: Pedoman jumlah suku kata dalam setiap baris
FAQ Contoh Tembang Macapat
Apa makna tembang macapat?
Tembang macapat adalah puisi tradisional bahasa Jawa yang dirangakai dengan aturan tertentu. Tembang macapat sendiri mengandung petuah atau nasihat yang disampaikan secara bijak.
Apa saja paugerane tembang macapat?
Dalam bahasa Jawa, “paugerane” artinya aturan. Paugerane tembang macapat yaiku guru gatra, guru wilangan, lan guru lagu.
Apa arti tembang kinanthi?
Tembang kinanti adalah jenis tembang yang menceritakan masa-masa belajar seorang anak agar menjadi manusia yang utuh. Selain itu juga berisikan bimbingan atau tuntunan dari orang dewasa kepada anak-anak.
***
Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu, ya!
Simak artikel menarik lainnya hanya di www.99updates.id.
Temukan juga berbagai topik menarik di Google News Berita 99.co.
Jika sedang mencari rumah, dapatkan rekomendasinya di www.99.co/id.
Menemukan rumah impian kini #SegampangItu!
**Referensi:
- Subrata, Heru. (2022). Piwulang Basa Jawi. Sidoarjo: Zifatama Jawara
- Haidar, Zahra. (2018). Badan Pengembang dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa