Sahabat 99, ada banyak peninggalan bangunan arsitektur kolonial di Indonesia yang saat ini masih tetap berfungsi dengan baik apakah itu untuk gedung pemerintahan, perguruan tinggi, museum dan lain-lain.
Arsitektur kolonial yang muncul pada masa penjajahan Belanda di Indonesia terus berkembang termasuk dengan adanya pencampuran budaya Indonesia.
Hal inilah yang membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi fenomena budaya yang unik.
Bangunan dengan arsitektur kolonial ini bisa dibilang cukup kokoh.
Ini dibuktikan masih adanya bangunan-bangunan yang terawat dengan baik tanpa menghilangkan karakteristik aslinya.
Arsitektur kolonial juga memiliki ciri khas tersendiri.
Ciri-Ciri Arsitektur Kolonial
Dilansir dari berbagai sumber, model bangunan berarsitektur kolonial memiliki kekhasan bentuk bangunan terutama pada fasade bangunannya.
ciri-ciri bangunan kolonial:
- Penggunaan gewel (gable) pada fasade bangunan biasanya berbentuk segitiga.
- Penggunaan tower pada bangunan.
- Penggunaan dormer pada atap bangunan yaitu model jendela atau bukaan lain yang letaknya di atap dan mempunyai atap tersendiri.
- Model denah yang simetris dengan satu lantai atas.
- Model atap yang terbuka dan kemiringan tajam.
- Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang menjulang ke atas bergaya Yunani.
- Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.
- Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela), dan tanpa overstek (sosoran).
Periodesasi Arsitektur Kolonial
Sahabat 99, berdasarkan riwayat sejarah, masa penjajahan kolonial Belanda di Indonesia terhitung cukup lama.
Hal ini turut pula berpengaruh terhadap perkembangan arsiktektur kolonial.
Menurut Handinoto, penulis buku tentang arsitektur kolonial, periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia terbagi empat bagian.
Ini dimulai dari abad ke-16 sampai tahun 1940-an.
- Abad 16—1800-an: Pada masa VOC, arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas.
- 1800-an—1902: Periode ini, Belanda membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah), dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik.
- 1902—1920-an: Mulai terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda.
- 1920—1940-an: Muncul gaya ekletisisme atau campuran dengan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia.
8 Gambar Peninggalan Arsitektur Kolonial
1. Arsitektur Kolonial Museum Fatahillah, Jakarta
Dikutip Propertyinside, gedung ini dibangun pada 1707-1710.
Awalnya berfungsi sebagai Balai Kota.
Bentuk bangunan mirip dengan Istana Dam di Amsterdam.
Arsitektur bangunannya bergaya neo-klasik abad ke-17 terdiri dari tiga lantai.
Kusen pintu dan jendela terbuat dari kayu jati.
Bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin.
Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi.
2. Arsitektur Kolonial Gedung Sate, Bandung
Dikutip arsitur, gayanya memadukan beberapa aliran arsitektur.
Untuk jendela, mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya adalah renaisans Italia.
Khusus untuk menara, memasukkan aliran Asia yaitu gaya atap pura Bali atau pagoda di Thiland.
Puncaknya terdapat “tusuk sate” dengan 6 buah ornamen sate.
Namun, versi lain menyebutkan jambu air atau melati, yang melambangkan 6 juta gulden yakni jumlah biaya yang digunakan untuk membangun gedung ini.
Fasade Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan, dengan mengikuti sumbu poros utara-selatan.
Gedung Sate sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.
3. Arsitektur Kolonial Kantor Pos, Medan
Bangunan ini berdiri tahun 1911 yang diarsiteki oleh arsitek Belanda, Snuyf.
Luasnya mencapai 1.200 meter persegi dengan tinggi mencapai 20 meter.
Di Eropa, desain bangunan seperti ini dikenal dengan nama arsitektur modern fungsional (art deco geometrik).
Salah satu ciri khas bangunan adalah keberadaan langit-langitnya yang lebih tinggi.
Begitu jugalampu dan kipas angin yang terpasang dengan pegangan yang panjang, seperti di beberapa ruangan kantor pos.
Awalnya, langit-langit vestibule dilapisi dengan kuningan asli.
Hanya saja, lapisan itu mengelupas akibat tragedi kebakaran yang sempat menghanguskan sebagian kecil bangunan kantor pos pada Juni 2003.
4. Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta
Sumber: arsitur
Bangunan bergaya Indische Empire Stiijl ini merupakan bekas gedung pengadilan.
Gedung yang menerapkan langgam Neo Klasik dan pediment merupakan bagian berbentuk segitiga pada muka bangunan yang menopang atap.
Kolom yang berasal dari material beton diaplikasikan dengan cat berwarna putih.
Ciri khas lainnya adalah 8 pilar di bagian depan.
5. Gedung Merdeka, Bandung
Gedung Merdeka biasa digunakan sebagai tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika.
Bangunan ini dirancang pada tahun 1926 oleh Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker.
Gedung ini kental dengan nuansa art deco.
Lantainya terbuat dari marmer Italia yang mengkilap dan ruangan-ruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout.
Sementara lampunya berupa bias kristal yang tergantung.
Gedung ini menempati areal seluas 7.500 m2.
6. Gedung Arsip Nasional, Jakarta
Sumber: propertyinside
Gambar arsitektur kolonial selanjutnya adalah Gedung Arsip Nasional.
Bangunan yang selesai pada 1760 ini bergaya arsitektur renaisans atau dari langgam arsitektur yang diterapkan di Belanda pada saat itu.
Penerapan gaya arsitektur renaisans pada gedung ini yakni arsitektur renaisans pada periode antara awal abad ke-15 sampai awal abad ke 17 di wilayah Eropa.
7. Lawang Sewu, Semarang
Dikutip situs Kemendikbud, gaya arsitektur Lawang sewu adalah arsitektur transisi.
Ini merupakan gaya arsitektur yang berkembang di Hindia-Belanda yang berlangsung singkat dari akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20.
Gaya arsitektur ini merupakan perubahan gaya dari “Indische Empire” menuju “Kolonial Modern”.
Gaya bangunannya khas seperti menara serta terdapat persegi delapan yang berbentuk kubah di atas menaranya.
Kemudian, bentuk atapnya berupa pelana dan perisai dengan penutup genting.
Ciri lainnya terdapat gable dan balustrade yang tampak dari barat gedung.
Pembangunan kolom-kolom menggunakan kayu dan beton serta dinding pemikul.
Terdapat banyak pintu ruang pada gedung Lawang Sewu.
Selain itu, yang menarik adalah kaca patri sebagai ciri khas bangunan ini.
Baca Juga:
Mengenal Arsitektur Lanskap, Potret Keindahan Seni pada Bangunan
8. Villa Isola, Bandung
Arsitektur kolonial yang dibangunan pada 1933 ini berdiri di lahan seluas 120.000 meter persegi.
Desainnya bercampur antara unsur budaya timur dan barat.
Gedung bergaya artdeco ini memiliki atap mendatar.
Villa Isola masuk ke dalam runag lingkup Universitas Pendidikan Indonesia.
Baca Juga:
Mengenal Arsitektur Jengki, Gaya Asli Bangunan Indonesia yang Patut Dijaga
Sahabat 99, itulah 8 gambar peninggalan arsitektur kolonial yang ada di Indonesia.
Semoga tulisan ini bermanfaat, ya.
Sebetulnya masih banyak gedung arsitektur kolonial lainnya di Indonesia.
Ini seperti gedung Bank Indonesia di berbagai daerah, museum Vredeburg, gedung Balai Kota Lama, hingga Istana Kepresidenan RI Bogor.
Kamu bisa simak berita lainnya hanya di Berita Properti 99.co Indonesia.
Selain itu, kamu juga bisa cari rumah dengan mudah cukup satu klik di www.99.co/id.