Perayaan Imlek hampir tiba. Bagaimana hukumnya bagi umat Muslim yang turut merayakan? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Perayaan Imlek hampir tiba.
Perayaan ini merupakan salah satu hari besar orang Tionghoa yang dirayakan di hari pertama bulan pertama, atau yang dikenal dengan pinyin (Zheng Yue).
Perayaan Tahun Baru Imlek diakhiri dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas saat bulan purnama.
Perayaannya sungguh meriah dan tidak hanya dirayakan oleh kaum Tionghoa saja.
Belakangan ini, hampir seluruh rakyat dari beragam latar belakang dan agama turut merayakan Tahun Baru Imlek, tidak terkecuali umat Muslim.
Nah, bagaimana sebenarnya hukum merayakan Imlek bagi umat Muslim?
Apakah sah-sah saja?
Simak penjelasannya di bawah ini.
Sejarah Singkat Imlek
Asal Usul Imlek
Asal usul Imlek dimulai sebelum Dinasti Qin berjaya, walaupun tanggal perayaannya belum jelas pada masanya.
Pada masa Dinasti Qing, Kang Youwei (1858-1927), seorang reformis Ruisme menyarankan agar menggunakan Kongzi era yang dihitung dari tahun kelahiran Kongzi (filsuf religi Kong Hu Cu).
Beberapa sejarawan Tionghoa menyatakan bahwa awal tahun baru bermulai pada bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 11 semasa Dinasti Zhou, dan bulan 12 semasa Dinasti Shang di China.
Bulan kabisat yang dipakai untuk menentukan kalendar China sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, dan selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang dan Zhou.
Tidak lama dari itu, Kaisar pertama China, Qin Shi Huang berani menetapkan bahwa tahun Tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 sebelum masehi…
…Walaupun pada akhirnya diganti di masa kejayaan Kaisar Wu (104 SM) yang memerintah Dinasti Han, bahwa bulan 1 ditetapkan sebagai awal tahun sampai sekarang.
Baca Juga:
5 Poin Agar Dekorasi Ruang Tamu Saat Imlek 2020 Jadi Mengesankan
Sejarah Imlek di Indonesia
Sejarah Imlek di Indonesia berawal di era Orde Baru, tepatnya pada tahun 1968.
Pada zaman dahulu, perayaan Imlek dilarang untuk ditampilkan di depan publik, mengingat peraturan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto…
…yang melarang segala hal yang berbau Tionghoa, salah satu di antaranya adalah Imlek.
Perayaan Imlek di Indonesia baru bisa dipublikasikan kembali setelah Inpres Nomor 14/1967 Soeharto dicabut oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Mitos Imlek
Tidak hanya dilihat dari sisi teori, sejarah perayaan Imlek juga dihiasi oleh mitos mengerikan.
Mitos Imlek ini bahkan masih dipercayai sampai sekarang.
Konon, menurut legenda Tionghoa, rakyat China diteror oleh raksasa yang dikenal dengan nama Nian.
Nian berkeliaran disekitar gunung, memangsa manusia dan hewan ternak.
Pada suatu hari sebelum tahun baru, Nian terlihat lari terbirit-birit setelah melihat seorang anak kecil memakai baju merah.
Itu lah mengapa warna merah sangat identik dengan Imlek, karena selain melambangkan kejayaan dan kemakmuran…
…Warna mencolok ini juga dipercaya dapat mengusir Nian dan nasib sial.
Hukum Turut Serta dalam Perayaan Imlek Bagi Orang Islam
Setelah mengenal sejarahnya, sudah jelas bahwa perayaan Tahun Baru Imlek tidak hanya sebuah perayaan biasa.
Ilmu di atas dianggap cukup untuk menegaskan bahwa Tahun Baru Imlek, bukan lah perayaan karena latar belakang budaya yang mendunia, atau hari libur nasional seperti Hari Kemerdekaan…
…Akan tetapi murni perayaan yang dilatarbelakangi ideologi agama dan kepercayaan tertentu.
Maka dari itu, alasan atau anggapan bahwa perayaan Imlek tidak ada sangkut pautnya dengan agama tertentu adalah anggapan yang jelas bertentangan dengan sejarahnya.
Dengan demikian, keikutsertaan umat Muslim dalam perayaan Imlek tentu saja tidak diperbolehkan.
Ini sama saja dengan melanggar ancaman yang ditulis dalam hadis oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Pada hadis tersebut, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031)
Ikut merayakan Imlek juga melanggar larangan yang dituliskan oleh Abdullah bin Amr bin Ash yang berbunyi,
“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”
Toleransi Beragama
Walaupun sudah jelas ditentang, bagaimana sikap yang harus kita jalani sebagai seorang Muslim ketika perayaan Imlek sedang berlangsung?
Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW memang menentang umatnya untuk merayakan budaya dari agama lain, namun bukan berarti kita harus mencaci atau mencibir mereka yang merayakan.
Islam merupakan agama yang penuh dengan toleransi, sebagaimana Rasulullah SAW selalu mengajak umatnya untuk hidup secara harmonis tanpa memandang bulu.
Berikut adalah penjelasan toleransi sesama agama menurut Ali Machsum (Rais’ Aam Nahdlatul Ulama).
“Batasan toleransi itu ada menurut keyakinannya masing-masing. Islam menghormati orang yang beragama Kristen, Budha, Hindu dan agama lainnya. Bukan karena dia Kristen, Budha atau Hindu tapi Islam menghormati mereka sebagai umat Allah. Ciptaan Allah yang wajib dikasihi. Islam mewajibkan untuk saling menghormati sesama umat beragama, tapi akan murtad kalau dengan itu membenarkan agama lain.” (Hasanuddin, 1420 H : 42)
Toleransi beragama juga disebutkan pada surat Al-Kafirun ayat 1 sampai 6 yang berbunyi,
“Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Qs. Al-Kafirun : 1-6)
Baca Juga:
5 Bukti Toleransi Agama di Indonesia | Kata Siapa Kita Ribut Terus?
Semoga bermanfaat artikelnya ya, Sahabat 99!
Jangan lupa untuk pantau terus informasi penting seputar properti lewat Blog 99.co Indonesia.
Tak lupa, pastikan kamu menemukan properti idaman di 99.co/id.