Jargon “Senin harga naik” mungkin sudah tidak asing lagi dalam penjualan properti. Namun, rupanya istilah tersebut sudah jarang terdengar dalam suatu promosi. Kenapa?
Istilah tersebut sempat booming pada beberapa waktu tahun lalu entah itu iklan properti di media cetak hingga televisi.
Jargon tersebut kerap digunakan sebagai strategi marketing di sektor properti baik itu rumah, apartemen dan lainnya.
Tujuannya adalah agar konsumen segera membeli properti tersebut karena khawatir apabila harga properti yang diincarnya benar-benar naik.
Hanya saja, rupanya istilah “hari Senin harga naik” kabarnya sudah tidak digunakan lagi.
Melansir Kompas.com, kampanye promosi tersebut tak lagi terdengar untuk menarik minat pembeli properti.
Apa alasannya?
Jargon “Senin Harga Naik” Sudah Tidak Menarik
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia Panangian Simanungkalit mengatakan bahwa strategi penjualan dengan menggunakan jargon tersebut sudah tidak menarik lagi.
Salah satu alasannya adalah daya beli masyarakat tengah turun di tengah pandemi.
Masyarakat lebih tertarik dengan istilah lain yang mempromosikan harga turun.
“Kalau harga naik malah bikin dia (pembeli) jadi gak nafsu. Kondisinya bertolak belakang dengan ekonomi yang sedang tidak baik, ini kan ekonomi sedang sulit,” katanya melansir Kompas.com.
Menurut pengamat properti tersebut, jargon Senin harga naik sebenarnya ditujukan untuk investor properti.
Tujuannya agar properti tersebut bisa dijual kembali oleh investor tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
“Tapi kalau konsumen biasa (end user) berpikirnya tidak seperti itu. Mereka berpikirnya kapan bisa beli rumah, apakah cocok daya beli mereka dengan kemampuan cicilan setiap bulan,” kata Panangian.
Situasi Belum Membaik
Menurut dia, situasi ekonomi saat ini belum benar-benar membaik yang juga berimbas pada minat investor properti.
Di sisi lain, jumlah stok properti masih dalam keadaan over supply.
Masih melansir Kompas.com, laporan Knight Frank mencatat dari total 8.919 unit apartemen sewa, hanya sekitar 58,4 persen yang dihuni.
Artinya, sebanyak 3.099 unit masih dalam keadaan kosong alias tidak berpenghuni.
Sementara itu, Colliers International Indonesia juga mencatat bahwa volume penjualan apartemen di Jakarta pada 2021 tercatat 1.289 unit.
Angka tersebut lebih rendah daripada 2020 dengan total penjualan 1.927 unit.
Adapun Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa penjualan properti residensial primer menurun 15,19 persen secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal III/2021.
Dengan kata lain, terjadi penurunan dari kuartal II/2021 yang mencapai sekitar 10,1 persen (yoy).
Fokus pada Minat Konsumen
Jargon “Senin harga naik” memang sudah tidak menarik konsumen agar membeli properti.
Lagi pula, Panangian mengatakan bahwa fokus pengembang saat ini adalah menyesuiakan dengan kebutuhan konsumen.
Adapun minat end-user tersebut adalah kebutuhan esensial seperti klaim rumah sehat, rumah pintar, dan rumah yang fleksibel untuk work from home (WFH).
“Jadi karena persoalan esensial, makanya kesehatan ditonjolkan, rumah pintar, cicilan yang lebih panjang dan segala macam yang bisa menarik perhatian konsumen end-user,” ujarnya.
Di sisi lain, dia memperkirakan bahwa butuh satu sampai dua tahun lagi agar investor menggairahkan pasar properti tanah air.
***
Semoga bermanfaat.
Simak artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Jangan lupa, kunjungi www.99.co/id dan rumah123.com untuk menemukan hunian impian.
Dapatkan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan properti karena kami selalu #AdaBuatKamu.
Cek sekarang juga, salah satunya mungkin Perumahan Alexandria Premiere Cimanggis!