Selamat dari maut saat diberondong tembakan dalam pertempuran di Pinrang membuat Jenderal TNI M Jusuf berhasil mewujudkan impiannya yakni membangun masjid. Intip desainnya di sini!
Jenderal M Jusuf dikenal sebagai Panglima ABRI yang sangat dekat dengan prajurit.
Begitu seringnya M Jusuf mendatangi barak dan menyapa para tentara di lapangan, membuatnya dikenal sebagai Bapak Para Prajurit.
Di era Soeharto, mantan Pangdam Hasanuddin ini dipercaya sebagai menteri. Kendati demikian, statusnya masih militer aktif.
Ditunjuknya M Jusuf sebagai Panglima ABRI pada 1978 dianggap kejutan besar.
Ia adalah orang pertama yang telah melepas baju dinas militer selama 13 tahun, tiba-tiba dipanggil untuk menjadi pemegang tongkat komando tertinggi ABRI.
Semasa aktif menjadi tentara, Jusuf tercatat pernah memiliki pengalaman dahsyat.
Mantan ajudan Kahar Muzakkar ini lolos dari maut ketika diberondong tembakan anak buah pentolan separatis Andi Selle dalam pertempuran di Pinrang.
Dalam kepungan peluru dan ledakan granat, Jusuf berhasil selamat. Namun pengawalnya gugur tertembus peluru.
Selamat dari Maut, Jenderal TNI M Jusuf Membangun Masjid
Impian Jenderal TNI M Jusuf Membangun Masjid
Melansir laman nasional.sindonews.com, sebelum wafat, ia sangat ingin membangun masjid.
Setiap kali menginjak Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji, bangsawan Bugis yang menjadi Panglima ABRI/Menhankam itu selalu menanyakan pada dirinya kapan bisa membangun masjid.
Sewaktu sedang menunaikan ibadah haji yang kesekian kalinya di tahun 1984, Jusuf kembali mengucapkan keinginan untuk membangun masjid megah di kampung halamannya, Ujungpandang (kini Makassar), Sulawesi Selatan.
Jusuf terpesona dengan keindahan Masjidil Haram di Mekkah dan Nabawi di Madinah.
Selain dua masjid ikonik itu, dirinya juga terkesima dengan masjid di tepi Laut Merah, Madinah.
Rasa takjub itulah yang semakin menguatkan tekadnya untuk membangun masjid.
“Kita akan bangun masjid yang sama indahnya di Makassar….dan yang lebih besar lagi,” ucap Jusuf dalam buku Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit tulisan Atmadji Sumarkidjo, dikutip Minggu (3/4/2022).
Membangun Masjid di Universitas Hasanuddin
Pada tahun 1990 Universitas Hasanuddin di Baraya hampir selesai keseluruhan dipindah ke kampus terpadu di luar kota.
Rektor kala itu, Fachruddin, menawarkan sebagai lokasi untuk membangun masjid.
Gubernur Sulsel ZB Palaguna menawarkan kompensasi atas tukar guling lahan itu.
Setelah mendapat kepastian lahan itu, pada 3 Maret 1994 bertepatan dengan bulan Ramadan, Jusuf mengundang sejumlah menteri dan tokoh nasional di Wisma Yani, Jakarta Pusat untuk mendengarkan paparannya.
Mereka yang diundang antara lain Menko Kesra Azwar Anas, Menteri Bappenas Ginanjar Kartasasmita, Jenderal TNI Feisal Tanjung, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar, Menag Tarmizi Taher, dan Mendagri Yogie S Memet.
Mereka mendukung penuh gagasan Jusuf membangun masjid akbar di Makassar.
Dua bulan setelah pertemuan tersebut, tepatnya 8 Mei 1994, pemancangan tiang pertama pembangunan masjid dilakukan.
Atas usulan cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, nama masjid ditentukan Al Markaz Al Islami.
Dalam groundbreaking itu, khotbah pertama dilakukan oleh Rektor IAIN (kini UIN) Jakarta Quraisy Shihab.
Sementara ceramah ilmiah perdana oleh Nurcholish Madjid.
Melibatkan Arsitek Terkemuka
Peracangan bangunan masjid Al Markaz Al Islami dipercayakan kepada arsitek terkemuka Indonesia, Ir. Achmad Noe’man.
Sosok yang dijuluki ‘Arsitek Seribu Masjid’ ini antara lain yang merancang Masjid Salman di kampus ITB.
Noe’man langsung bisa menangkap gagasan Jusuf. Pertama, masjid itu harus megah dan mencerminkan kebesaran bangsa.
Kedua, menonjolkan arsitektur daerah yang merupakan kebanggaan, dan ketiga, menggunakan bahan-bahan terbaik.
“Napas dari Masjid Nabawi mengilhami pembangunan menara tunggal yang tingginya 90 meter,” kata Atmadji.
Desain Masjid Senilai Rp12 Miliar
Ruangan utama masjid diterangi lampu-lampu kristal yang didatangkan langsung dari Praha, Republik Ceko oleh pengusaha Jimmy Siahaan.
Menurut laman resmi masjid disebutkan bahwa secara keseluruhan fondasi bangunan sangat kuat dengan 450 tiang pancang berkedalaman 21 meter.
Untuk bagian atap digunakan bahan tembaga atau tegola buatan Italia.
Dinding lantai satu menggunakan keramik, sedangkan lantai dua dan tiga menggunakan batu granit.
Dinding mihrab yang merupakan sentralisasi visual berbahan granit hitam berhiaskan ragam kaligrafi segi empat dari tembaga kekuning-kuningan.
Kaligrafi ini terdiri dari beberapa ayat dan surat Al-Quran, di antaranya, “Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah”.
Sementara itu, di atas mihrab tertulis surat Al-Baqarah: 144, “Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Dana pembangunan masjid tak main-main, yakni sekitar Rp12 miliar (diestimasikan setara Rp500-Rp600 miliar saat ini).
Pembangunan masjid spektakuler ini selesai pada 12 Januari 1996.
M Jusuf sendiri tutup usia pada 8 September 2004 di kediamannya, Makassar.
***
Itulah kisah Jenderal TNI M Jusuf yang selamat dari maut saat perang dan berhasil membangun masjid mewah.
Jangan lupa baca artikel terkini lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari perumahan di Kota Baru Parahyangan?
Temukan hanya di situs properti 99.co/id dan Rumah123.com, karena kami selalu #AdaBuatKamu.