Kawasan Puncak Bogor yang selama ini menjadi tujuan wisata, dilanda bencana banjir bandang pada Selasa (19/1/2021). Melihat peristiwa ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara berencana melakukan audit tata ruang.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sekira 900 orang terdampak bencana banjir bandang.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian dan Pemanfaatan Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Budi Situmorang, mengatakan audit tata ruang diperlukan untuk mencegah hal serupa terjadi.
Audit Tata Ruang di Kawasan Puncak Bogor
Budi Sitomorang menyebut banjir bandang disebabkan berbagai faktor.
“Banyak pihak yang menduga-duga penyebab dari banjir tersebut. Namun, jika kita melihat dari aspek tata ruang, ini karena adanya bendungan kecil, sampah, ataupun pohon-pohonan, yang menyangga air, serta hujan yang terus menerus sehingga terjadilah banjir bandang,” kata Budi, dikutip dari rilis Kementerian ATR/BPN, Selasa (26/01/2021).
Dia mengatakan bahwa bencana banjir merugikan banyak pihak, sehingga pemerintah harus mencari cara untuk mengantisipasi kejadian serupa.
Maka dari itu, Kementerian ATR/BPN berencana menghidupkan kembali audit tata ruang.
Peta tata ruang Kawasan Puncak Bogor, menurut Budi, sudah mengalami banyak perubahan, terutama mengenai tutupan lahan.
Pihaknya menargetkan sudah mendapat gambaran mengenai besaran tutupan lahan di Puncak pada pertengahan tahun ini.
“Mudah-mudahan, pada pertengahan tahun ini, kita sudah ada gambaran terkait besaran tutupan lahan di Puncak, yang mencakup di 9 kecamatan, yakni 5 kecamatan di Kabupaten Bogor dan 4 kecamatan Kabupaten Cianjur,” ujarnya.
Pelanggaran Tata Ruang
Budi mengatakan bahwa pihaknya menemukan pelanggaran tata ruang di Kawasan Puncak Bogor.
Beberapa bangunan yang dinilai telah melanggar aturan tata ruang itu pun telah dibongkar oleh petugas dari Kementerian ATR/BPN.
“PPNS Kementerian ATR/BPN telah melakukan prosedur, yaitu kita harus dapat membuktikan bahwa bangunan tersebut memang melanggar tata ruang dan bagaimana pemilik mau menerima bahwa bangunannya harus dibongkar karena melanggar tata ruang,” kata Budi.
Selain itu, Budi juga menyadari bahwa bencana banjir bandang adalah “peringatan” bagi pihaknya untuk segera melakukan audit tata ruang, terutama hal-hal yang berkaitan dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Tujuan audit tata ruang adalah untuk mengevaluasi dan menginformasikan lahan mana saja yang bisa dimanfaatkan oleh sang pemilik tanah.
“Jika ada yang tidak layak untuk dimanfaatkan oleh pemilik tanah, akan kembali ke negara untuk kemudian diredistribusikan kepada masyarakat melalui Reforma Agraria dan kita juga akan melakukan penanaman pohon, sehingga Puncak dapat menjadi resapan air, seperti yang kita inginkan,” kata Budi Situmorang.
Pemanfaatan Ruang di Kawasan Puncak
Sebagai catatan tambahan, berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, sebagian besar lahan di Kawasan Puncak Bogor memang dimanfaatkan untuk keperluan usaha.
Sebagian besar tanah yang digunakan sebagai tempat usaha tersebut merupakan kebun teh.
Berikut adalah data pemanfaatan tanah di kawasan yang banyak dikunjungi wisatawan tersebut:
- Hak Guna Usaha (HGU) 134,6 hektare (83%).
- Hak Guna Bangunan (HGB) 6,7 hektare (4%).
- Hak milik 6,7 hektare (4%).
- Hak pakai 4,3 hektare (3%).
- Masih dalam proses pendaftaran 9,4 hektare (6%).
***
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Sahabat 99 ya!
Jangan lewatkan informasi menarik lainnya di Portal Berita 99.co Indonesia.
Kamu sedang mencari rumah di Bogor?
Bisa jadi Bogor Raya Residence adalah jawabannya!
Cek saja di 99.co/id untuk menemukan rumah idamanmu!