Berita Berita Properti

Fakta dan Realita di Balik Keputusan Anak Muda Tunda Beli Rumah

7 menit

Apa saja sebenarnya yang jadi penghalang bagi generasi muda untuk memiliki tempat tinggal layak? Intip ulasan seputar alasan anak muda tunda beli rumah di bawah ini!

If time be of all things the most precious, wasting time must be the greatest prodigality,“.

Perkataan Benjamin Franklin, salah satu bapak pendiri Amerika Serikat di atas, memang terasa nyata, mengingat banyak dari kita yang kerap membuang-buang waktu demi alasan yang tidak tentu.

Kebiasaan buruk ini tidak bisa terus menerus dibiarkan.

Pasalnya, makin lama kita membuang-buang waktu, makin banyak juga kerugian yang akan kita rasakan.

Salah satu contoh kerugian besar dari pemborosan waktu adalah menunda membeli rumah, terutama untuk kalangan muda.

Ini sangat disayangkan, karena mereka melewatkan kesempatan emas untuk memiliki hunian di usia dini.

Banyak keuntungan yang bisa mereka rasakan dengan menyegerakan membeli rumah.

Beberapa di antaranya adalah harga rumah yang masih murah, cicilan yang rendah, dan jangka waktu cicilan yang panjang.

Dengan adanya keuntungan-keuntungan tersebut, kondisi finansial anak muda seharusnya tidak akan terlalu terpengaruh.

Walaupun begitu, masih ada saja anak muda yang memutuskan menunda membeli rumah dengan berbagai macam alasan.

Simak ulasan selengkapnya di sini!

Tunda Beli Rumah Tak Melulu soal Finansial

alasan anak muda tunda beli rumah

Pada bulan Oktober 2022 lalu, Bank Indonesia (BI) sempat memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi 4,75 persen.

Keputusan BI ini langsung terasa di berbagai sektor, termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Berita menyesakkan itu membuat banyak generasi muda seperti Westi Nurgianti, Putri Ariadne, dan Rizka Merdeka, berpikir ulang soal membeli rumah.

Westi misalnya, ketika dihubungi via telepon, ia menyebutkan bahwa dirinya memutuskan untuk menunda memiliki rumah untuk saat ini.

Padahal, wanita yang bekerja di sebuah perusahaan garmen di Bandung ini sempat berencana untuk membeli rumah KPR komersial.

“Rencananya pengen beli rumah KPR komersil tahun ini. Udah nyiapin persyaratan juga. Cuman setelah disurvei ketahuan enggak bisa. Walau udah nyiapin, ada aja yang perlu diurus. Jadi, kayak yang rumit gitu. Ditambah survei yang lama dan marketing bank yang enggak support,” ujar Westi kepada tim Berita 99.co Indonesia, Selasa (25/10/2022).

Meski begitu, wanita berusia 28 tahun ini mengakui bahwa program KPR yang ada sudah cukup banyak dengan berbagai promo menarik yang ditawarkan.

Ia bahkan mencontohkan bahwa anak muda sekarang sebenarnya bisa membeli rumah tanpa DP dan hanya membayar booking fee.

Hanya saja, kata Westi, promo tersebut hanya berlaku untuk tiga tahun karena menggunakan suku bunga flat, sedangkan sisa cicilan yang cukup tinggi di tahun-tahun selanjutnya menggunakan floating.

“Apalagi, sekarang suku bunga sudah naik juga dan ada isu soal resesi yang katanya bakal terjadi di tahun 2023,” jelasnya.

Fakta pahit soal cicilan rumah di atas diamini oleh Putri Ariadne.

Wanita berusia 32 tahun ini secara gamblang menyebut bahwa cicilan rumah saat ini cukup tinggi, khususnya untuk profesinya sebagai guru.

Apalagi, rumah yang terbilang murah tidak berada di lokasi yang strategis.

Jika ingin membayar cicilan yang ringan, hal tersebut harus dikompensasi dengan DP yang besar.

Kini, Putri memilih untuk menetap di rumah orang tuanya di kawasan Dago untuk sementara waktu.

Alasan bisa dekat dan mampu mengurus sang ibu adalah pertimbangan utama Putri saat membulatkan keputusannya untuk menunda membeli rumah.

Sementara itu, nasib lebih beruntung didapat oleh Rizka Merdeka.

Setelah menikah pada Maret 2022, orang tuanya memberikan sebuah hunian yang berlokasi di Sukabumi.

Meski menerima pemberian tersebut, Rizka pun tak menampik keinginannya untuk membeli rumah secara mandiri.

Enggak pengen ngerepotin aja sih, sebenernya. Pengen lebih mandiri dan karena sudah nikah juga, walau harus nunda dulu buat sekarang,” ujar Rizka melalui Google Meet kepada tim Berita 99.co Indonesia, Sabtu (29/10/2022).

Karena alasan ini pula, ia ingin rumah yang dibeli berada di luar Kota Sukabumi, tempat orang tuanya tinggal.

Pengen di luar kota biar tidak ketergantungan terus, ya. Alasan lainnya biar dekat sama tempat kerja juga,” tambahnya.

Tak Hanya Sekadar Menunggu

brosur perumahan

Sambil menunggu saat yang tepat untuk membeli rumah, Westi, Putri, dan Riza ternyata sudah mempersiapkan berbagai hal yang dibutuhkan seperti mengumpulkan DP hingga mengecek berbagai perumahan yang menjadi incaran.

Hal ini dilakukan agar mereka bisa benar-benar siap saat nantinya memutuskan untuk membeli rumah.

Melalui sambungan telepon, Westi menyebutkan bahwa ia tengah menabung dengan cara investasi reksadana.

“Investasinya dibagi ke beberapa pos. Ada yang ke dana darurat, DP rumah, sama buat nikah. Dari yang ditabung, kurang lebih 10 sampe 15 persen untuk DP rumah,” ujar Westi.

Ia juga tak menampik mulai memperbanyak tabungan yang mudah dicairkan dan minim risiko serta mengurangi pengeluaran yang tidak terlalu penting.

“Sekarang nyoba ngurangin cicilan jangka panjang takutnya ntar cicilannya makin mahal,” tambahnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Rizka dan Putri.

Bedanya, keduanya lebih memilih menabung santai di akun rekening masing-masing sambil melihat perumahan yang sekiranya cocok dengan kriteria pribadi.

Berkaitan soal kriteria hunian idaman yang diinginkan nantinya, Westi, Putri, dan Rizka punya kriteria yang berbeda.

Westi menyebutkan bahwa ia ingin tinggal di lingkungan perumahan bertipe 45 yang dekat dengan pusat kota agar mudah dijangkau.

“Untuk pembiayaannya, saya pengen cash bertahap karena lebih worth it dengan 70 persen dari DP dan 30 persen cicilannya,” kata Westi.

Hal senada diungkapkan oleh Putri Ariadne.

Wanita karier ini menginginkan rumah yang ia beli nantinya berlokasi tidak jauh dari tempatnya bekerja, yakni sekitar kawasan Setiabudi dan Sukajadi, Bandung.

Putri juga menuturkan bahwa ia ingin kondisi perumahannya tidak terlalu padat.

“Jika tidak memungkinkan di perumahan, saya lebih pengen apartemen. Lebih tenang gitu. Walau ada biaya bulanan yang lumayan tinggi, tetapi tinggal di apartemen lebih terjamin keamanannya,” ujar Putri, saat wawancara via Google Meet, Kamis (27/10/2022).

Sementara itu, Rizka Merdeka justru menginginkan rumah minimalis yang terlihat menarik perhatian.

“Ingin rumah yang tidak terlalu besar dan ada di perumahan sekitar Bintaro. Perumahannya harus ada satpam, lingkungan bersih, aman, dan tidak berisik. Kalaupun tidak di Bintaro, mungkin di Gading Serpong,” ujar Rizka.

Dari secuil kisah di atas, keputusan anak muda seperti Westi, Putri, dan Rizka menunda membeli rumah terbukti tak selalu soal finansial saja.

Nyatanya, ada faktor lain yang turut berpengaruh besar terhadap keputusan yang mereka ambil.

Faktor Eksternal Punya Pengaruh Besar

faktor eksternal anak muda tunda beli rumah

Terkait pembahasan di atas, Muhammad Irfan Agia, yang kini berprofesi sebagai Peneliti Perilaku Konsumen, turut memberikan tanggapannya.

Menurutnya, ada sejumlah faktor yang memengaruhi keputusan generasi muda menunda membeli rumah.

Salah satunya adalah adanya perbedaan kondisi yang dialami generasi muda saat ini dengan generasi sebelumnya.

“Faktornya akan sangat kontekstual, baik itu karena preferensi ataupun memang karena kemampuan membeli yang belum mencukupi jika dibandingkan generasi sebelumnya. Anak muda saat ini berhadapan dengan housing market price yang jauh lebih tinggi,” kata Irfan melalui email pada tim Berita 99.co Indonesia, Jumat (28/10/2022).

Menghadapi kondisi yang tak terlalu menguntungkan, wajar jika generasi muda memutuskan untuk menunda membeli rumah.

Apalagi sekarang ini, mereka bisa bekerja dari mana saja tanpa perlu ke kantor.

Hal inilah yang membuat mereka memiliki prioritas berbeda terkait kepemilikan rumah.

“Anak muda memiliki opsi untuk bekerja secara WFA (work from anywhere) dan implikasinya bisa tinggal secara nomaden. Sehingga, urgensi untuk membeli rumah dan settle down menjadi tidak mendesak karena tempat bekerja yang bisa berpindah-pindah,” tutur Irfan.

Meski begitu, dalam kondisi yang ideal, generasi muda nantinya akan memprioritaskan untuk memiliki rumah pribadi.



Hal ini bakal terjadi seiring berubahnya fase kehidupan kaum milenial nantinya.

“Secara psikologis, kebutuhan akan privasi dan juga independensi akan makin urgent. Memiliki rumah sendiri adalah solusinya,” ucapnya. 

Sayang beribu sayang, kondisi ideal tersebut tak bisa sepenuhnya dirasakan oleh generasi muda.

Saat ini saja, generasi muda dihadapkan dengan isu resesi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2023.

Adanya isu resesi tentu makin menambah beban yang selama ini dirasakan oleh mereka.

Apalagi, kondisi ini diperparah dengan harga properti yang makin tidak masuk akal dan suku bunga KPR yang tinggi akibat inflasi.

Walhasil, generasi muda yang memang membutuhkan tempat tinggal lebih memilih untuk menunda membeli rumah.

Hal tersebut diamini oleh Irfan Agia.

Pria berusia 29 tahun ini menyebutkan bahwa isu resesi tentu akan memengaruhi bagaimana anak muda mempersiapkan untuk memiliki hunian.

“Suku bunga yang terdampak siklus ekonomi akan memengaruhi pilihan generasi muda dalam membeli rumah,” imbuhnya.

Guna mengatasi hal ini, ia pun menyarankan beberapa hal seperti tetap konsisten dalam mengatur keuangan untuk mencapai berbagai tujuan.

“Jika memungkinkan, miliki separate account untuk tabungan membeli rumah. Secara psikologis, ini akan sangat membantu untuk meminimalisir distraksi dan temptation menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan lain,” tambahnya.

Upaya Pemerintah Bantu Anak Muda Bisa Membeli Rumah

upaya pemerintah bantu anak muda beli rumah

Di tengah kesulitan yang dihadapi generasi muda untuk memiliki hunian pribadi, apa sebenarnya yang sudah dilakukan oleh pemerintah sejauh ini?

Tim berita 99.co Indonesia sempat menghubungi Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PU dan Perumahan, Herry Trisaputra Zuna terkait isu ini, tetapi tidak ada jawaban.

Kami pun mencoba mencari jawaban terkait dari media online.

Dalam salah satu rilis resmi, kami menemukan ungkapan Herry terkait upaya apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan hunian terjangkau bagi generasi muda.

“Untuk mendukung penyediaan hunian yang layak tentunya dibutuhkan dukungan dari berbagai stakeholder, dalam empat hal yaitu dengan mendorong ketersediaan rumah, kemudian membuat harga rumah itu menjadi terjangkau, meningkatkan akses pembiayaan dan memastikan program perumahan dapat terus berjalan dengan dampak fiskal yang dapat dikendalikan,” ujar Herry, seperti yang dikutip dari laman pembiayaan.pu.go.id,Jumat (18/11/2022).

Dari laman yang sama, disebutkan juga pemerintah akan menjamin suku bunga KPR subsidi tetap berada di angka lima persen dan di bawah suku bunga KPR komersial.

Ini bisa terealisasikan berkat adanya bantuan likuiditas dari pemerintah dalam bentuk subsidi.

Itulah mengapa suku bunga KPR subsidi saat ini rasanya bisa membantu masyarakat, khususnya generasi muda, untuk tetap bisa mendapatkan cicilan yang cukup ringan.

“Dengan begitu, pemerintah sudah memberikan bantuan dan kemudahan sangat besar agar masyarakat bisa mempunyai hunian pribadi berupa rumah subsidi,” ujar Herry, dilansir dari laman fin.co.id, Jumat (18/11/2022).

Lalu, apakah usaha yang dilakukan pemerintah tersebut sudah cukup untuk mengatasi kesulitan anak muda dalam membeli rumah?

Upaya Pemerintah Dianggap Belum Cukup

pembangunan perumahan

Sayangnya, kebijakan dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu generasi muda agar bisa memiliki rumah masih dirasa kurang.

Hal ini disampaikan oleh Acuviarta Kartabi, seorang pengamat keuangan dari Universitas Pasundan.

Ia menuturkan bahwa kebijakan yang diimplementasikan pemerintah belum mampu mengatasi kesulitan generasi muda membeli rumah.

Apalagi, menurutnya, sisi finansial generasi muda saat ini yang tidak terlalu baik membuat mereka kesulitan dalam memiliki tempat tinggal.

Hal tersebut diperparah dengan tingkat suku bunga yang makin naik serta perkembangan bisnis yang diperkirakan akan melambat tahun depan.

Tak hanya itu, Acuviarta juga menyebut bahwa ada biaya pembangunan rumah yang meningkat karena adanya kenaikan upah tukang dan mandor.

“Ini membuat kemungkinan besar penjualan rumah, khususnya permintaan rumah dari generasi muda akan melambat tahun depan,” imbuh Acuviarta pada tim Berita 99.co Indonesia, Rabu (02/11/2022).

Di samping itu, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan ini juga mengakui bahwa ada beberapa faktor lain yang membuat generasi muda menunda pembelian rumah.

Salah satu yang ditekankan adalah soal gaya hidup.

Anak muda saat ini cenderung menginginkan gaya hidup yang glamor.

Sisi buruknya, hal ini bakal bikin mereka kesulitan membeli rumah.

Apalagi, harga properti di lapangan yang makin tak bisa dijangkau dengan kondisi keuangan generasi muda.

“Faktor pengelolaan uang dan kecenderungan anak-anak muda sekarang lebih senang jalan-jalan dan makan-makan. Itu juga berpengaruh terhadap kemampuan pendanaan anak muda dalam membeli rumah. Faktor-faktor tersebut di luar faktor seperti perubahan tingkat pendapatan dan kenaikan harga rumah,” ujar Acuviarta.

Saat ditanya soal apakah tren menunda kepemilikan rumah oleh generasi muda ini bakal berlanjut, Acuviarta mengamininya.

Ia menyebutkan bahwa ada sejumlah indikasi yang membuat tren tersebut akan tetap terjadi beberapa tahun ke depan.

“Indikasi yang pertama adalah harga rumah tidak murah. Kedua, pendapatan anak muda tahun depan tidak akan sekuat tahun ini. Di sisi lain, ada kenaikan biaya hidup terutama untuk konsumsi pangan dan sandang. Saya kira konsumsi papan atau perumahan adalah alternatif terakhir karena butuh tenaga pendanaan yang besar,” ucap Acuviarta.

Dengan kesulitan yang dialami generasi muda saat ini, pria berusia 48 tahun tersebut merasa bahwa pemerintah terkesan tidak melakukan banyak upaya yang nyata untuk membantu generasi muda memiliki hunian.

“(Hal) yang dilakukan pemerintah hanya sebatas pembangunan rumah sederhana dan itu pun untuk masyarakat kurang mampu, sedangkan, di sisi lain, ada faktor ketersediaan lahan terutama di perkotaan yang tidak mendukung. Padahal, anak muda akan lebih dekat dengan lingkungan ekonomi dan aktivitas sosial di perkotaan,” jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah saat ini lebih banyak menyediakan rumah vertikal seperti rumah susun dan apartemen yang belum masuk incaran anak muda.

Oleh karenanya, Acuviarta memberikan beberapa solusi untuk pemerintah terkait permasalahan kepemilikan rumah generasi muda.

Salah satu solusinya adalah memberikan subsidi perumahan bagi generasi muda, terutama pasangan muda atau keluarga baru.

Adanya pemberian subsidi ini diharapkan bisa mendorong anak muda bisa membeli rumah.

“(Hal) yang paling penting saya kira ketersediaan lahan di pinggiran kota dengan dukungan infrastruktur transportasi yang baik. Itu bisa dijadikan alternatif untuk menarik anak muda membeli rumah di kawasan satelit perkotaan karena faktor tingginya harga tanah di perkotaan,” ujar Acuviarta.

Banyak Faktor yang Sebabkan Anak Muda Tunda Beli Rumah

faktor anak muda tunda beli rumah

Bisa disimpulkan bahwa tidak hanya aspek finansial saja yang jadi penyebab generasi muda memutuskan untuk menunda membeli rumah.

Ada banyak faktor lain yang ikut berperan secara tidak langsung dalam keputusan tersebut.

Kedekatan secara emosional saat tinggal bersama orang tua, keinginan untuk mandiri, dan minimnya bantuan dari pemerintah soal kepemilikan properti adalah beberapa contohnya.

Di samping itu, ada juga faktor lain yang makin membuat anak muda membulatkan tekad untuk tidak menyegerakan memiliki tempat tinggal.

Salah satu contohnya adalah minimnya usaha pemerintah untuk membantu generasi muda memiliki tempat tinggal yang layak.

Hal tersebut tentu sangat disayangkan mengingat pemerintah adalah pemangku kebijakan yang harusnya bisa memberikan solusi.

Ditambah lagi, pemerintah diamanatkan Undang-Undang untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi warganya.

Nah, adanya bantuan dari pemerintah tentu membuat impian anak muda dan masyarakat Indonesia untuk memiliki hunian akan lebih mudah terlaksana. 

Lantas, apakah pemerintah mampu menjalankan amanat tersebut dan menyediakan jalan keluar soal permasalahan ini?

Hanya waktu yang akan menjawab.

***

Semoga pembahasan di atas dapat bermanfaat bagi Property People, ya!

Simak terus artikel terbaru hanya di Berita 99.co Indonesia.

Baca berita menginspirasi lainnya dengan membuka dan mengikuti laman Google News kami.

Sedang mencari hunian idaman di kawasan Summarecon Bekasi, Bekasi?

Morizen layak untuk dipertimbangkan.

Cek ketersediaan rumah incaranmu hanya di www.99.co/id dan rumah123.com, karena kami selalu #AdaBuatKamu.

Penulis Utama: Emier Abdul Fiqih P

Editor: Samala Mahadi

Penanggung Jawab: Elmi Rahmatika F. A.

Ketua Pelaksana: Hanifah

Tim penulis:

Artikel ini merupakan rangkaian liputan khusus Tim Berita 99.co Indonesia yang termuat dalam 99 Property Magazine Edisi 06: Lika-Liku Perjalanan Generasi Muda Mencari Hunian Pertama



Emier Abdul Fiqih P

Menjadi penulis di 99 Group sejak 2022 yang berfokus pada artikel properti, gaya hidup, dan teknologi. Lulusan S2 Linguistik UPI ini sempat berprofesi sebagai copy editor dan penyunting buku. Senang menonton film dan membaca novel di waktu senggang.
Follow Me:

Related Posts