Saat ini, membangun rumah masih menjadi hal yang diinginkan oleh semua orang walaupun lahan semakin terbatas. Menjamurnya berbagai apartemen baru di Indonesia tetap tidak menutup keinginan banyak orang untuk membangun rumah yang nyaman bagi keluarganya. Hal itulah yang terjadi pada pasangan Ida Mustazir dan Lukman Auliadi saat membangun hunian Asa Living.
Pada 2015, Ida merasakan dorongan yang amat kuat untuk membangun rumah.
Ketika itu, sebenarnya ia sudah memiliki unit apartemen, tapi situasi berubah setelah mengandung anak pertama.
“Saya baru saja hamil dan merasa kondisi rumah akan lebih baik dari apartemen,” tutur Ida saat diwawancarai 99.co Indonesia, Selasa (14/12/2021).
Maka, dengan keyakinan yang matang akhirnya Ida dan suami memutuskan membeli rumah.
Memilih Rumah Dibandingkan Apartemen
Di awal pernikahan mereka, Ida dan Lukman memutuskan tinggal di sebuah kos-kosan selama 1 tahun.
Setelah memiliki bujet lebih, akhirnya mereka membeli unit apartemen di kawasan Abdullah Syafe’i, Jakarta Selatan.
Ketika tinggal di apartemen dan hamil anak pertama, pandangan Ida dan Lukman terhadap pemenuhan rumah tinggal pun berubah.
Jika sebelumnya Ida dan Lukman merasa apartemen sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka akan tempat hidup yang ideal, setelah mengandung, kebutuhan sang anak dalam bertumbuh kembang di rumah tinggal turut menjadi perhatian dan bahkan menjadi prioritas utama keduanya.
“Kalau di apartemen, untuk anak main dan bersosialisasi enggak semudah di rumah tinggal sekarang,” ujar Ida.
Ida dan Lukman juga memiliki harapan, rumah yang dibangunnya kelak bisa menjadi aset pribadi yang nyaman dan aman untuk diberikan kepada sang anak.
Proses Membangun Rumah
Tak ada impian yang tak bisa diwujudkan jika seseorang memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Dalam kisah Ida dan Lukman, menyisihkan lebih banyak pendapatan dan menekan biaya konsumtif selama beberapa tahun membuat mereka bisa membeli rumah.
“Modal awalnya juga ditambah dari hasil penjualan apartemen. Ini benar-benar turning point karena harga jual kami 2x lipat dari harga beli,” tambah Ida.
Akhirnya ia dan suami memutuskan membeli rumah di Tebet dan merenovasinya dengan mengusung gaya Mediterania.
Namun keadaan tak semudah yang dibayangkan. Rumah tersebut malah sering terkena banjir, terlebih saat musim penghujan.
Tentunya, keadaan yang tak mengenakan itu membuat mereka kewalahan, meski hunian yang ditempati Ida 4 tahun itu sudah didesain sesuai dengan kebutuhan.
Dengan begitu, Ida kembali mempertimbangkan membangun rumah di tempat lain, yaitu di bilangan Cipinang Melayu Jakarta Timur, tak jauh dari kediaman orang tua Ida.
“Pada saat itu, orang tua saya sedang membagi tanahnya, lalu sekalian saja bangun rumah di tanah milik orang tua di sana,” sambung Ida.
Membangun Asa Living
1. Memilih Arsitek dan Kontraktor
Memiliki rumah yang sesuai dengan kepribadian pemiliknya tentu sangat memuaskan.
Untuk itu, tak jarang diperlukan bantuan dan jasa dari arsitektur profesional, seperti yang dilakukan Ida dan suami.
Setelah didiskusikan matang-matang, arsitek dan kontraktor Kowok Construction dipilih untuk membuat rancangan istana kecil mereka.
Menurut Ida, informasi mengenai Kowok Construction didapatkan dari saudara yang pernah menggunakan jasa tersebut.
Selama proses pengerjaan, mereka aktif menjalin komunikasi untuk merencanakan desain terbaik bagi rumah yang berdiri di luas tanah 250 m2 itu.
Ida dan Lukman juga turut terjun melakukan proses pembuatan rumah.
2. Mengusung Konsep Mid-Century Japandi
Saat ingin membangun sebuah hunian, kita cenderung terbuai dengan pilihan desain yang tengah populer.
Padahal, membuat hunian dengan desain berbeda di tengah populernya suatu desain rumah tertentu bukanlah perkara sulit.
Hal demikian dibuktikan oleh Ida yang membangun hunian dengan menggabungkan dua gaya berbeda, yaitu mid-century dan Japandi.
Konsep mid-century sendiri merupakan kombinasi gaya retro yang dibalut kesederhanaan gaya Skandinavia.
“Dalam struktur bangunan mid-century dinding biasanya merupakan pintu atau jendela yang bisa dibuka. Konsep mid-century juga mengedepankan furnitur berbahan dasar kayu solid,” terang Ida.
Sama seperti mid-century, gaya Japandi juga mengusung kombinasi gaya Skandinavia yang fungsional dan gaya perdesaan Jepang yang minimalis sehingga menciptakan perasaan seni, alam, dan kesederhanaan.
Unsur-unsur di atas terepresentasi dengan sempurna pada rumah yang diberi nama Asa Living.
Berkat tanggung jawab dan tangan dingin Kowok Construction, pembangunan Asa Living berlangsung 14 bulan, dilalui dengan lancar.
3. Bujet Pembangunan Asa Living
Disinggung soal bujet, Ida menyebut uang yang digelontorkan untuk membuat rumah dengan luas bangunan 200 m2 itu terbilang standar, yakni Rp5 juta per meter untuk keseluruhan.
Dalam pengaturannya, Ida menyebut bahwa mereka lebih detail memilah prioritas agar tidak mengalami pembengkakan anggaran.
“Kami set prioritaskan yang mana duluan dan bertahap, jadi tidak dipaksa semua berbarengan,” ujarnya.
Komunikasi yang Baik dengan Tetangga Bisa Memperlancar Pembangunan
Membangun rumah impian bukan perkara teknis maupun arsitektural belaka.
Dalam konteks Asa Living, kelancaran pembangunan juga ditunjang dengan komunikasi yang baik dengan tetangga.
Karena itu, Ida menyebut nyaris tidak ada hambatan berarti selama proses pembangunan hunian impiannya.
“Komunikasi dengan tetangga di sekitar area pembangunan sangat penting. Kadang kita tidak menyadari dampak apa yang timbul selama proses pembangunan, misalnya suara bising, talang air, dan sebagainya,” ujar Ida.
Terakhir, Ida memberi saran bagi siapa pun yang ingin membangun rumah.
“Sesuaikan dengan kemampuan. Karena bentuk dan ukuran apa pun sebenarnya bisa nyaman, asal didesain dengan baik.”
***
Semoga informasi di atas dapat menginspirasimu ya, Sahabat 99.
Nantikan artikel menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Sedang mencari rumah di jual di Jakarta Timur?
Temukan pilihannya hanya di 99.co/id!
***sumber foto: instagram.com/asa_living