Berita Ragam

7 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin Indonesia pada Pancasila dan UUD 1945. Materi Kelas 9 SMP!

2 menit

Pada tahun 1965, Soekarno pernah mengganti sistem demokrasi Indonesia menjadi demokrasi terpimpin yang sangat otoriter. Simak apa saja penyimpangan demokrasi terpimpin Indonesia di sini!

Melansir dari buku Islam dan Politik; Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin, 1959-1965 buatan Ahmad Syafii Maarif, Demokrasi Terpimpin dimulai saat dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959.

Dekrit ini menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan dibubarkannya Majelis Konstituante karena dinilai tidak mampu merampungkan tugasnya untuk menetapkan dasar Pancasila.

Ketika sistem pemerintahan ini diberlakukan, kekuasaan presiden pun jadi lebih besar dan cenderung otoriter sehingga muncul beragam penyimpangan.

Hal tersebut karena cara-cara dan langkah yang diambil telah menyimpang jauh dari tujuan awal.

Simak apa saja penyimpangan demokrasi terpimpin Indonesia di bawah ini!

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin di Indonesia

penyimpangan demokrasi terpimpin indonesia

1. Pembentukan MPRS

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin pertama adalah dibentuknya MPRS atau Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang merupakan cikal bakal MPR.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, MPRS diangkat dan dipilih langsung oleh presiden.

Padahal seharusnya MPRS dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum agar adil.

2. Pemisahan Penafsiran Pancasila

Selanjutnya, pada masa ini juga terjadi pemisahan penafsiran Pancasila yang dilakukan oleh presiden.

Masa Demokrasi Terpimpin dijalankan berdasarkan sila keempat Pancasila, yakni:

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”

Namun, pada tahun 1959-1965, Soekarno tidak menafasirkan Pancasila secara utuh.

Soekarno menafsirkan maksud terpimpin pada sila keempat Pancasila terletak di tangan pemimpin besar revolusi.

Hal ini membuat peran presiden menjadi sangat besar, bahkan mengarah ke perilaku otoriter.

3. Pergeseran Makna Demokrasi Terpimpin

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin berikutnya adalah munculnya pergeseran makna awal dari sistem ini.

Demokrasi Terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden sebagai pemimpin besar revolusi.



Hal ini menyimpang dari nilai demokrasi karena kekuasaan pemimpin tidak terbagi rata, melainkan terpusat pada tangan presiden saja.

Lahirnya absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada pemimpin dapat menyebabkan hilangnya kontrol sosial di Indonesia.

4. Pembentukan DPRGR

Pada masa ini, Soekarno juga membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan membuat DPRGR atau Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

DPRGR ditunjuk dan dipilih oleh Soekarno, sama seperti MPRS.

Peran DPRGR adalah menjadi instrumen politik lembaga kepresidenan yang membuat peran legislatif menjadi sangat lemah.

Hal ini menjadi penyimpangan karena seharusnya peran DPR dan presiden seimbang.

Pada sistem yang benar, presiden tidak dapat dibubarkan oleh DPR dan DPR tidak bisa diberhentikan oleh presiden.

5. Presiden Seumur Hidup

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin berikutnya adalah pengangkatan presiden seumur hidup karena tidak adanya aturan tentang jabatan presiden seumur hidup.

Padahal, Pasal 7 UUD 1945 memiliki aturan bahwa presiden hanya bisa memimpin pemerintahan selama lima tahun saja.

Adanya ketetapan MPRS No.III/1965 membuat Soekarno diangkat menjadi presiden seumur hidup Indonesia.

6. Konsep Pancasila Jadi Konsep Nasakom

Pada masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno juga mencetuskan konsep politik Nasakom atau Nasionalisme, Agama, dan Komunisme.

Gagasan ini dibuat Soekarno sebagai upaya untuk menyatukan perbedaan ideologi politik di Indonesia.

Tiga partai yang menjadi fraksi utama di Indonesia di masa ini adalah:

  • Partai Nasional Indonesia yang berhaluan nasionalis;
  • Masyumi dan Nadhatul Ulama yang berhaluan agama; dan
  • Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berhaluan komunis.

7. Manifesto Politik Republik Indonesia Menjadi GBHN

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terakhir adalah presiden menetapkan manifesto politik Republik Indonesia menjadi GBHN atau Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Seharusnya, penetapan usulan ini dilakukan oleh MPR, bukan oleh presiden.

***

Selamat belajar dan semoga bermanfaat, Property People.

Simak informasi lainnya di Berita.99.co.

Kamu juga bisa baca dan ikuti Berita.99.co Indonesia melalui Google News.

Tak lupa, temukan rekomendasi hunian terjangkau lewat www.99.co/id.

Yuk, dapatkan penawaran terbaik karena jual beli properti jadi #segampangitu bersama kami!



Shafira Chairunnisa

Lulusan Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan dan pernah bekerja sebagai jurnalis di media nasional. Sekarang fokus menulis tentang properti, gaya hidup, desain, dan politik luar negeri. Senang bermain game di waktu senggang.
Follow Me:

Related Posts