Memiliki tempat tinggal yang layak dan terjangkau merupakan hak dasar bagi setiap orang. Sosiolog asal Amerika Serikat, Matthew Desmond, lewat bukunya, Evicted: Poverty and Profit in the American City mengatakan, tanpa tempat berlindung, segala sesuatu akan berantakan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 H ayat (1) pun mengamini bahwa setiap warga Negara memiliki hak untuk hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Ironisnya, tak semua orang bisa berkemampuan memiliki rumah sendiri.
Harga tanah melambung, biaya bangun rumah tinggi, hingga lahan pemukiman terbatas menjadi segelintir persoalan yang membuat masyarakat kesulitan miliki rumah murah.
Terlebih di kawasan urban, pertumbuhan populasi mengakibatkan berkurangnya lahan untuk pemukiman masyarakat.
Di lain sisi, pembangunan besar-besaran terus dilakukan dan akan berakibat fatal pada kerusakan lingkungan.
Artinya, kini kesempatan masyarakat, khususnya orang-orang yang berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah, sudah semakin sulit.
Alternatif Punya Rumah Murah
Carut-marut persoalan kepemilikan rumah itu turut menjadi perhatian arsitek dari Akanoma Studio, Yu Sing.
Lewat program #TanyaPakar 99 Group, Yu Sing mengemukakan bahwa dia melihat ada alternatif lain yang bisa membuat masyarakat punya hunian terjangkau di kawasan kota.
Menurut arsitek Indonesia yang berani membuat rumah murah ini, cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah membangun rumah mikro.
“Rumah mikro dapat menjadi upaya memenuhi kebutuhan masyarakat yang punya anggaran kecil, tapi ingin punya rumah,” jelasnya saat diwawancara oleh redaksi Berita 99.co, Senin (5/6/2023).
Menjadi Solusi untuk Berhemat
Penggunaan rumah mikro juga dirasa Yu Sing dapat menjadi solusi cemerlang bagi orang-orang yang ingin berhemat.
Terdapat survei yang dilakukan The Tiny Life menyatakan bahwa penerapan tiny house atau rumah kecil di Amerika Serikat bisa membuat penghuni rumah berhemat karena secara tidak langsung dipaksa agar tidak konsumtif.
Mereka juga bisa memiliki tabungan lebih banyak karena menerapkan gaya hidup efisien dan hanya membeli barang yang dibutuhkan untuk mengisi rumah.
Melihat rumah mikro sangat fleksibel untuk ukuran lahan dan tidak perlu terlampau besar, penghuni rumah juga bisa menghemat konsumsi energi.
“Kalau dibandingkan dengan rumah standar, tentu secara volume energi yang dipakai sudah lebih kecil,” tambah arsitek lulusan ITB tersebut.
Fenomena Rumah Mikro di Kampung Kota
Rumah mikro yang Yu Sing tawarkan sebenarnya bukan 100 persen tergagas dari hasil pemikiran dia.
Sebelum terjun di rumah mikro pun Yu Sing telah menggeluti pembangunan kampung kota di wilayah Jakarta, Surabaya, dan lainnya.
Dari pengalamannya itu, ia melihat banyak masyarakat setempat yang tinggal di rumah berukuran kecil.
Yu Sing menjelaskan, para warga sudah mempraktikan itu karena dapat dari hasil bagi waris, mengalami keterbatasan ekonomi, serta lahan di kota yang semakin sempit.
“Jadi saya melihat di kampung kita, rumah mikro bukanlah hal baru. Mereka memang tidak menyebutnya rumah mikro, tapi mereka sudah mendiami rumah mikro sejak lama,” tuturnya.
Akhirnya, fenomena rumah mini di kampung itu menjadi sumber inspirasi Yu Sing.
Setelah konsep rumah mikro terencana dengan matang, salah satu staff dari Akanoma Studio, Beni, mulai coba membangun hunian berukuran 2 m x 3 m.
Kemudian, Yu Sing turut membuat mock up ruang dari scaffholding bekas yang dibuat dengan ukuran 1,2 m x 1,8 m.
“Saya mencoba buat mock up ruang dan mempelajari, sekecil apa sih rumah itu cukup untuk ditinggali orang?” ujar dia.
Rumah Mikro yang Pernah Dibangun
Arsitektur Kecil dan Terjangkau
Saat diwawancara, Yu Sing membeberkan ragam bangunan rumah mikro yang pernah ia buat.
Ada beberapa bangunan yang paling menarik, salah satunya rumah mikro berukuran 1,2 m x 1,8 m.
Ya benar, ukuran dan dimensi dasar bangunan itu seakan-akan seukuran telapak tangan, sementara tingginya dua kali lebih panjang dari itu.
Satu dinding dibuat menggunakan material kaca secara keseluruhan, sementara depan huniannya dipenuhi kebun bambu.
Dengan pengaturan itu, visual yang dihasilkan seakan menyambung ke luar dan ruangannya tidak terasa sempit.
Bobot rumah itu enteng karena memakai rangka tulang untuk atap dari baja ringan.
Atapnya pun memakai kain plastik tenda yang tebal berwarna putih.
Dalam modul rumah mikro yang disusun Akanoma Studio, bangunan ini disebut sebagai arsitektur kecil dan terjangkau yang bisa dijadikan sebagai model pengembangan aneka fungsi di kampung kota, seperti kos, warung, perpustakaan, homestay, dan sebagainya.
Tak heran, bangunan itu hanya berisi 1 ruang kerja dan 1 mezanin kamar tidur.
Rumah Bambu
Ada juga rumah mikro yang memikat lainnya, yakni bangunan panggung bermaterial bambu yang difungsikan sebagai ecolodge atau penginapan di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah.
Rumah itu berukuran 2,1 m x 4 m dengan memiliki 2 lantai.
Di dalamnya terdapat teras multifungsi, kamar mandi, ruang duduk, dan kamar tidur mezanin.
Menurut Yu Sing, rumah bambu ini dibangun dengan bujet kurang dari Rp100 juta, jelasnya ialah Rp29 juta.
Meski begitu, ia merasa rumah bermaterial alami ini memerlukan kondisi pemeliharaan khusus.
“Kadang kurang praktis juga rumah mikro itu, seperti enggak boleh sering terkena hujan,” ujar Yu Sing.
Selama material bambu tidak dibiarkan kena hujan, lanjut dia, maka rumah mikro bisa awet. “Keawetannya bisa bertahan belasan sampai puluhan tahun,” tukasnya.
Karakteristik Rumah Mikro
Menghemat Ruang
Keterbatasan ruang pada rumah mikro ternyata tidak melulu mendatangkan pengalaman sulit bagi penghuninya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, hunian berukuran kecil membuat orang-orang bisa berhemat dan tidak konsumtif, termasuk pada kebutuhan ruang.
Hal itu pun terealisasi pada rumah mikro. Menurut Yu Sing, ia hanya menghadirkan kamar tidur yang fungsinya dijadikan sebagai tempat istirahat saja. “Kalau mau melakukan aktivitas lain, bisa di luar.”
Jadi, kamar tidur bisa dibuat kecil. Bahkan, lanjut dia, kamar anak bisa dibuat seperti ruangan di hotel kapsul yang berukuran 1 m x 2 m x 1 m.
Perabot Minim
Penggunaan perabot di rumah mikro juga perlu diminimalisasi sebaik mungkin.
Yu Sing merujuk pada pengaplikasian furnitur built-in yang tidak berskala besar agar masih bisa menyisakan ruang kosong pada hunian.
Selain ukurannya harus kecil, mebel juga perlu multifungsi atau bisa digunakan untuk berbagai keperluan.
“Misalnya, sofa cukup menggunakan bench. Kemudian, ranjang juga opsional, kalau bisa kasurnya saja,” jelasnya.
Dengan penataan interior yang tepat dan penggunaan furnitur serbaguna, dia yakin rumah bisa terasa nyaman.
Ruangan Dibuat Multifungsi
Minimnya ruangan yang tersedia, ucap Yu Sing, bisa membuat penghuni rumah memaksimalkan fungsi pada setiap area.
Misalnya, ruang bersama dapat dijadikan sebagai ruang makan atau ruang keluarga.
Kemudian, ruangan itu juga bisa dijadikan tempat tidur dengan memfungsikan sofa sebagai pengganti kasur.
Bisa Dibongkar Pasang
Menurut Yu Sing, rumah mikro buatannya dibuat menggunakan material yang bisa dibongkar pasang, seperti panel baja atau besi hollow.
Jadi, rumah yang dibangun tidak bersifat permanen. “Walau sebenarnya bisa juga,” tambahnya.
Banyak Pohon
Sebisa mungkin, terang Yu Sing, rumah mikro harus dikelilingi pepohonan agar bisa membuat ruangan jadi lebih segar.
“Walau rumah kita kecil, menghadirkan pepohonan, cahaya matahari, dan air itu sangat perlu.”
Keberadaan pohon di sekitar rumah kecil itu tentu memungkinkan.
Dengan asumsi luas yang sama dibanding rumah standar, maka rumah mikro akan memuat sisa lahan yang besar supaya bisa menanam pohon lebih banyak.
Kebermanfaatan Rumah Mikro
Konsekuensi menghuni rumah mikro ialah hidup menjadi sederhana dan seperlunya.
Aneka perabot diseleksi atau bentuknya diakali agar tidak membuat ruangan jadi terbatas.
Peralatan pangan dan sandang juga harus dipangkas jumlahnya.
Sekecil apa pun ukurannya sebenarnya tidak menjadi masalah, asalkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar.
Bagaimana? Apakah Anda tertarik tinggal di rumah mikro dan memilih hidup menjadi sederhana?
Ya, tak ada salahnya untuk menghuni rumah kecil dan memfungsikan hunian sebagai tempat istirahat saja.
Seperti ungkapan tiny house expert, Ryan Mitchell lewat bukunya, The Tiny Life, saat tinggal di rumah mungil, keadaan tentu mengharuskan Anda pergi ke dunia luar untuk mencari nafkah di tempat lain selain rumah sendiri.
Tentu saja, hal ini dapat membuat Anda jadi lebih mengenal dunia luar lebih luas lagi.
Selain itu, tujuan mulia ini juga bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tapi juga bisa memberikan keuntungan bagi peradaban, khususnya pada carut-marut permukiman di wilayah urban.
***
Semoga artikel ini bermanfaat untukmu ya, Property People.
Pantau terus informasi menarik lainnya lewat Berita.99.co.
Ikuti pula Google News Berita 99.co Indonesia agar tetap up to date.
Sedang berburu rumah impian?
Tak perlu khawatir, mencari rumah bisa #segampang itu bersama www.99.co/id!