Tahukah kamu, ternyata perayaan Imlek di Indonesia sempat dilarang? Masyarakat Tionghoa tidak dapat merayakan hari besarnya secara terang-terangan seperti saat ini. Yuk, simak sejarah Imlek selengkapnya berikut ini.
Perayaan Imlek di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak era Soekarno.
Bahkan, dalam Penetapan Pemerintah No.2/OEM-1946 ada pasal yang membahas tentang hari raya tersebut.
Sayangnya, di era kepemimpinan Soeharto perayaannya sempat dilarang.
Akibatnya, masyarakat Tionghoa tidak dapat merayakan hari raya mereka dengan leluasa.
Lebih jelasnya, berikut ulasan lengkap terkait sejarah Imlek di Indonesia!
Sejarah Imlek di Indonesia
Imlek berlangsung sejak hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa.
Lalu, berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal lima belas bulang yang sama, ketika bulan purnama muncul.
Tradisi ini sudah berjalan sejak sebelum kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Di tahun 1946, Soekarno membuat landasan hukum yang jelas mengenai perayaan Imlek.
Aturan ini menjelaskan bahwa ada empat hari raya Tionghoa di Indonesia, yakni
- tahun baru Imlek,
- hari wafatnya Khonghucu,
- Ceng Beng, dan
- hari lahirnya Khonghucu.
Masyarakat juga bebas memiliki nama China serta bercakap-cakap, menyanyikan lagu, hingga memasang plang nama bangunan dalam bahasa Mandarin.
Kebebasan ini kemudian hilang sejak terbitnyat Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 di era Soeharto.
Dilansir dari detik.com, setelah peristiwa G30S PKI, Soeharto memberlakukan banyak larangan yang berimbas pada kebudayaan Tinghoa.
Pelarangan bahasa Mandarin, Hokkien, dan Hakka ditegakkan.
Agama Konghucu pun tidak diakui di Indonesia.
Ia bahkan membekukkan hubungan diplomatik dengan China.
Pelaksanaan Imlek pun harus berlangsung tertutup, hanya untuk keluarga atau perseorangan.
Akibatnya, masyarakat Tionghoa harus menjalankan tradisinya secara sembunyi-sembunyi.
Bahkan, pertunjukkan Barongsai dan Iiang Iiong pun tidak boleh berlangsung di publik.
Sebagai catatan, di masa ini juga istilah “Tionghoa” berganti menjadi “China”.
Tidak heran Inpres tersebut disebut sebagai upaya untuk melakukan asimilasi etnis.
Kembali Bebas di Era Gus Dur
Pasca reformasi barulah pembatasan ini mulai melonggar.
Habibie yang naik menjadi Presiden menerbitkan Inpres No.26/1998 untuk membatalkan larangan Soeharto yang diskriminatif terhadap masyarakat Tionghoa.
Kemudian, pada 17 Januari, Inpres No.6/2000 arahan Gus Dur sepenuhnya mencabut instruksi Soeharto.
Masyarakat Tionghoa pun bisa kembali mendapatkan kebebasan mereka untuk beragama.
Acara keagamaan seperti Imlek, Cap Go Meh, dan lainnya bisa mereka rayakan secara terbuka.
Bahkan pada 19 Januari 2001, keluar Keputusan No.13/2001 dari Menteri Agama RI tentang penetapan Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Artinya, ini merupakan hari libur yang penetapannya bergantung pada pemerintah daerah setempat atau instansi masing-masing.
Baru di tahun 2002 lah Imlek masuk sebagai hari libur nasional di Indonesia.
***
Semoga informasinya bermanfaat, Sahabat 99.
Simak artikel menarik lainnya di Berita Properti 99.co Indonesia.
Kunjungi 99.co/id dan Rumah123.com untuk menemukan hunian impianmu!
Ada banyak pilihan hunian menarik, seperti kawasan Java House di Medan.