Mengusung konsep open space, DSP House dibangun dengan sistem pencahayaan alami yang sangat ideal. Efeknya, di siang hari penghuni bisa meminimalisir penggunaan lampu. Yuk, simak ulasan selengkapnya dalam artikel di bawah ini!
Untuk memaksimalkan pencahayaan, umumnya orang akan memasang banyak jendela di hunian mereka.
Namun, hal yang berbeda terlihat pada desain DSP House, hunian milik Dewa dan Saras.
Secara desain, tampilan eksterior mereka cenderung tertutup, minim penggunaan jendela.
Hanya terlihat kisi-kisi baja, roster beton, dan kaca kecil pada area fasad lantai dua.
Padahal, begitu masuk ke dalam rumah, kamu akan dibuat takjub oleh sistem pencahayaan alaminya.
Untuk lebih jelasnya, langsung saja simak uraian berikut ini, ya!
Menilik Desain Sistem Pencahayaan Alami di DSP House
Taman Tengah Sebagai Central Point
Akses masuk cahaya di DSP House berpusat pada area taman tengah yang memiliki atap skylight.
Bisa dibilang, area taman adalah area paling krusial dari rumah milik Dewa dan Saras.
“Setelah melewati berbagai macam versi desain, kami merasa taman tengah itu secara fungsi akan menjadi central point,” jelas Dewa, dalam wawancaranya bersama 99.co Indonesia, Senin (12/9/2022).
Cahaya bisa masuk dan diteruskan dengan leluasa ke ruangan di kiri, kanan, depan, dan belakang taman.
Selain itu, taman tengah juga berperan penting dalam menjaga perputaran udara di dalam hunian.
“Flow utama udara itu (masuk) dari kisi-kisi, ke taman tengah, muter ke dalam ruangan, baru kemudian keluar dari skylight,” ujar Dewa.
Lebih lanjut, Dewa menjelaskan bahwa inspirasi desain ventilasi seperti ini ia dapatkan dari Rumah Gerbong.
“Ide awal tentang taman tengah itu saya pernah lihat Rumah Gerbong, itu menarik karena ada pohon di tengah rumahnya. Dari situlah kami mikir kayaknya menarik punya taman di tengah rumah,” jelasnya.
Setelah itu, ia dan Saras mulai sering mengotak-atik desain rumah impian mereka yang berfokus pada kehadiran taman di tengah bangunan.
Atap Skylight dan Dinding Glassblock yang Menawan
Selain di taman, Dewa juga memasang atap skylight pada area dapur dan kamar mandi.
Lalu, pada beberapan bagian rumah ia membangun dinding glassblock.
Kehadiran kedua elemen ini semakin mengoptimalkan pasokan cahaya di dalam rumah pada pagi dan siang hari.
Efeknya, cost listrik sehari-hari pun akan berkurang karena di siang hari penghuni tidak perlu menyalakan lampu.
“Dari segi cahaya, kami tidak butuh lampu kecuali malam. Itu pun karena kami menerapkan sistem smart home, tidak akan lupa untuk mematikannya. Ini sangat membantu dari segi electricity,” jelas Dewa.
Ia juga tidak perlu khawatir ruangan di dalam rumah terasa lembap akibat ventilasi yang buruk.
Walaupun demikian, Dewa mengakui memang desain sistem pencahayaan seperti ini berisiko membuat hunian terasa panas.
“Memang panas karena kami konsepnya open space dan high ceiling. Jadi, kalau kita punya pendingin udara kerjanya akan lebih keras untuk mendinginkan ruangan,” katanya lebih lanjut.
Hal ini lantas ia atasi dengan memasang tirai tambahan di atas skylight agar bisa mengontrol intensitas cahaya yang masuk.
Selain itu, ia juga memasang kipas angin di setiap ruangan untuk meminimalisir penggunaan AC.
Secondary Skin di Lantai Dua
Nah, salah satu elemen yang menonjol pada eksterior DSP House adalah kehadiran secondary skin di lantai dua.
Ada dinding roster beton dan kisi-kisi yang terbuat dari besi hollow yang berfungsi sebagai akses masuk udara segar dan cahaya ke dalam hunian.
Menariknya, kisi-kisi ini dibuat dengan konsep seperti sirip, bisa dibuka tutup sesuai dengan kebutuhan.
“Ini memang ide yang muncul murni dari diri kami sendiri. Kisi-kisi itu kan biasanya desainnya mati, ya. Tapi kami pengen kisi-kisi ini bisa dibuka tutup seperti sirip,” kata Dewa.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, udara akan masuk melalui kisi-kisi menuju taman tengah.
Lalu, dari taman tengah udara berputar ke seluruh ruangan sebelum keluar melalui area atap skylight.
“Jadi, di rumah kami udaranya itu sangat ngalir, udara keluar sama atau lebih besar dari udara masuk,” ujarnya.
Sistem ventilasi seperti ini dikenal juga sebagai cross ventilation dalam dunia konstruksi.
Tips Membangun Sistem Pencahayaan Alami ala DSP House
Selain memiliki sistem ventilasi cahaya dan udara yang ideal, DSP House juga dipenuhi oleh tanaman hijau.
Karena itulah udaranya terasa segar serta sejuk meski terletak di kawasan Jakarta yang terkenal panas.
Namun, bagi yang ingin menirunya, menurut Dewa ada baiknya untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli.
“Sebaiknya konsultasikan dengan yang paham ilmu arsitek, karena pasti harus menghitung apakah bukaan itu cukup atau terlalu besar. Karena akan mempengaruhi tingkat kepanasan ruangan,” katanya.
Dewa sendiri mendesain rumahnya dengan bantuan beragam aplikasi untuk memproyeksikan jalur cahaya hingga simulasi hujan.
“Ada beberapa aplikasi yang saya pake, buat simulasi hujan ada Twin Motion, sementara untuk pencahayaan Lumion,” tambahnya.
Tujuannya adalah untuk meminimalisir ekspektasi yang kurang sesuai karena ia memang tidak memiliki basic pendidikan arsitektur.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya memperhatikan kondisi keamanan dan lingkungan sekitar rumah.
DSP House sendiri terletak di jalan buntu sehingga risiko polusi udara maupun suaranya sangat minim.
Lingkungannya pun tergolong bersih sehingga tidak banyak nyamuk yang berkeliaran.
Kedua hal itulah yang memungkinkan Dewa untuk membangun hunian berkonsep terbuka.
Namun, kondisi lingkungan tempat tinggal orang lain belum tentu sama dengannya.
“Jadi sebaiknya, jangan copas mentah-mentah, pikirkan lagi apakah cocok dengan lingkungan dan karakter penghuni,” pungkas Dewa.
***
Semoga informasi di atas bermanfaat, Property People.
Temukan artikel menarik lainnya di Google News Berita 99.co Indonesia.
Kunjungi www.99.co/id dan Rumah123.com yang selalu #AdaBuatKamu untuk menemukan hunian impian.
Tersedia berbagai penawaran properti menarik, salah satunya Podomoro Golf View.