Pakar transportasi mengungkap berbagai tantangan membangun transportasi massal di Indonesia. Apa saja? Yuk, lihat ulasannya di sini!
Membeli rumah bukanlah perkara yang sederhana.
Harus ada banyak pertimbangan yang dipikirkan dengan terukur dan seksama.
Misalnya soal lokasi, tak masalah membeli rumah yang berada di pinggiran kota.
Namun, tetap saja kita harus mempertimbangkan aksesibiliatas atau dalam hal ini kemudahan dalam berpindah menggunakan transportasi yang ada di dekat rumah.
Lalu, apakah kota-kota di Indonesia sudah mempunyai transportasi massal yang ideal bagi warganya, termasuk mereka yang tinggal di pinggiran kota?
Menurut pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo, belum ada kota di Indonesia yang mempunyai moda transportasi umum mumpuni.
Dari kacamata Sony, baru Jakarta yang punya moda transportasi massal yang cukup ideal sampai saat ini.
Kepada redaksi Berita 99.co Indonesia, Sony kemudian memaparkan berbagai tantangan dalam membangun transportasi massal di Indonesia.
Apa saja? Cek informasi selengkapnya di bawah!
3 Tantangan Utama Membangun Transportasi Massal di Indonesia
Dalam pemaparannya, Sony mengurai ada tiga tantangan utama membangun transportasi massal di Indonesia.
1. Struktur Kota Indonesia Tidak Dirancang untuk Angkutan Umum
Pertama, menurut Sony, berbagai kota di Indonesia tidak dirancang untuk membangun angkutan umum yang bersifat massal.
“Struktur kota di Indonesia itu tidak didesain untuk angkutan umum,” terang Sony, belum lama ini.
Sony yang meraih gelar doktornya di Chulalangkorn Univeristy, Thailand, ini menyebut mayoritas kota Indonesia dibangun dengan orientasi kendaraan pribadi.
“Semua kota di Indonesia itu dibangun dengan orientasinya kendaraan pribadi, ya, sehingga kalau nanti kita akan membangun angkutan bersifat massal di kota-kota di Indonesia agak kesulitan,” terangnya.
Meski begitu, Sony mengungkap membangun transportasi massal di kota-kota Indonesia bukan sesuatu yang mustahil.
“Tapi sebenarnya kalau selama itu ada komitmen yang kuat dari pemerintah, bisa saja,” tegasnya.
2. Kebiasaan Masyarakat
Tantangan kedua membangun transportasi massal di Indonesia adalah soal kebiasaan masyarakat.
Sony menilai banyak masyarakat yang ketika bepergian atau melakukan pergerakan, berorientasi pada kendaraan pribadi.
“Pelaku pergerakan Indonesia selalu berorientasi pada mobil. Mereka selalu keluhkan adalah selalu macet. Padahal, orientasinya adalah pada kendaraan pribadi, bukan kepada angkutan umum,” jelasnya.
Tak pelak, ketika pemerintah hendak membangun angkutan umum massal, belum tentu masyarakat mau menggunakannya.
“Jadi mindset masyarakat perkotaan yang sangat berorientasi pada mobil jadi akan sulit kalau pemerintah menawarkan atau membangun sistem angkutan umum massal, belum tentu otomatis orang mau mencoba,” ucap Sony.
3. Salah dalam Merencanakan Pembangunan Angkutan Umum Massal
Lalu tantangan membangun transportasi massal di Indonesia yang ketiga, yakni salah dalam merencanakan pembangunan angkutan umum massal.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
Sony menilai, saat ini rencana pembangunan transportasi massal selalu dihitung seperti cara membangun jalan tol.
Sang pakar kemudian memberikan contoh kasusnya.
“Masalahnya gini, setiap kita membangun, katakanlah itu LRT (Lintas Rel Terpadu) atau mau membangun sistem busway atau bahkan sistem BRT (Bus Rapid Transit), itu selalu dihitung dengan cara jalan tol.
Artinya apa? Kita menginvestasi sekian miliar untuk membangun sistem jaringan BRT di suatu kota, maka kita berharap dalam beberapa tahun itu akan ada balik modal atau break even. Â
Seperti halnya tol. Tol itu ada masa konsesi ya kalau kita bangun tol terus kemudian ada masa konsesi 30 tahun. Segala macam itu adalah teorinya balik modal di 30 tahun di masa konsesi,” ungkap Sony, panjang lebar.
Padahal sejatinya, dikatakan Sony, membangun angkutan umum massal tak bisa dihitung seperti membangun jalan tol.
Pasalnya, membangun jalan tol pada dasarnya merupakan bentuk investasi.
“Padahal yang namanya angkutan umum tidak akan pernah break even ya karena ukurannya beda dalam pembangunan jalan tol. Itu (membangun jalan tol) itungannya itu ada investasi. Saya menanamkan uang sekian triliun buat jalan tol, maka saya berharap uang ini akan kembali sekian tahun dengan nilai bertambah sekian miliar atau sekian triliun,” urai Sony.
Dalam membangun transportasi massal, Sony menjelaskan, tak mungkin ada keuntungan finansial.
Itu karena pembangunan transportasi massal pada hakikatnya adalah bentuk pelayanan kepada masyarakat.
“Dalam angkutan umum, karena ini sifatnya pelayanan, tidak mungkin akan ada keuntungan finansial. Tidak mungkin ada kelayakan finansial.
Jadi misalnya saya membangun kereta api dengan biaya 1 triliun, maka saya berharap dalam waktu 20 tahun uang 1 triliun itu akan balik keuntungan sekian, itu tidak akan pernah terjadi.
Karena cara melihatnya berbeda, angkutan umum karena dia pelayanan, maka ukurannya bukan kelayakan finansial, tapi kelayakan ekonomi,” terang Sony.
 ***
Itulah tantangan utama dalam membangun transportasi massal di kota-kota Indonesia.
Semoga bermanfaat, Property People.
Simak artikel menarik lainnya di Berita.99.co.
Ikuti Google News dari Berita 99.co Indonesia.
Simpel dan #segampangitu menemukan rekomendasi hunian terlengkap di www.99.co/id.
Cek sekarang juga!